Kamis, 07 Juli 2011

Kemampuan Regenerasi Periodontal Equine Particulate Bone pada Defek Tulang Alveolar Kaninus


Journal of Periodontal & Implant Science 2010;40:220-226
Tae-Il Kim1, Chong-Pyoung Chung1, Min-Suk Heo2, Yoon-Jeong Park3, Sang-Hoon Rhee4
1Department of Periodontology and Dental Research Institute, Seoul National University School of Dentistry, Seoul, Korea
2Department of Oral and Maxillofacial Radiology, Seoul National University School of Dentistry, Seoul, Korea
3Department of Craniomaxillofacial Reconstructive Science, Seoul National University School of Dentistry, Seoul, Korea
4Department of Dental Biomaterials Science, Seoul National University School of Dentistry, Seoul, Korea

Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efek penyembuhan luka periodontal yang ditimbulkan oleh mineral equine particulate bone terhadap defek tulang alveolar kaninus.

Metode : Sebanyak dua belas ekor anjing digunakan sebagai objek penelitian ini. Gigi premolar kedua dan keempat diekstraksi untuk keperluan penelitian eksperimental, dan titik ekstraksi tersebut dibiarkan selama 8 minggu untuk proses penyembuhan. Setelah probing periodontal, terbentuk defek dua-dinding pada mesial dan distal premolar ketiga rahang bawah, dan defek tersebut kemudian diisi dengan equine particulate bone dengan membran kolagen, atau bovine particulate bone dengan membran kolagen, atau dengan hanya membran kolagen. Defek yang tidak dirawat digunakan sebagai kontrol. Setelah pengukuran kedalaman probing, hewan percobaan disembelih pada minggu ke 10, 16, dan 24 setelah pencabutan untuk pemeriksaan micro-computed tomography dan analisis histomorfometrik.

Hasil : Kelompok dengan equine particulate bone menunjukkan penurunan kedalaman probing yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok dengan membran kolagen pada minggu ke 10, 16, dan 24 (P<0.05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam pengukuran panjang sementum baru, area tulang yang terbentuk, dan fraksi volume tulang antara kelompok dengan equine particulate bone dan bovine particulate bone. Kedua kelompok ini menunjukkan peningkatan nilai yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok dengan hanya membran kolagen (P<0.05).

Kesimpulan : Kelompok equine particulate bone menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam nilai kedalaman probing, first bone contact, panjang sementum baru, area tulang yang terbentuk, dan fraksi volume tulang jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen. Dengan parameter yang sama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan equine particulate bone dan kelompok dengan bovine particulate bone. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa equine particulate bone ekuivalen dengan bovine particulate bone dalam hal regenerasi jaringan periodontal.

Kata kunci : subtitusi tulang, transplantasi heterologous, micro computed tomography, kehilangan tulang periodontal.

Pendahuluan
            Perawatan periodontal modern telah berkembang dari perbaikan jaringan hingga ke regenerasi jaringan periodontal. Kerusakan tulang alveolar merupakan hal yang umum dengan penyakit periodontal parah dan menjadi penyebab utama kehilangan gigi. Untuk meningkatkan regenerasi tulang pada defek tulang alveolar di sekitar gigi yang menderita penyakit periodontal, telah diperkenalkan beberapa tipe bahan graft tulang.
            Graft tulang autogenous telah menjadi gold standard dan telah menawarkan potensi terbesar untuk prosedur regeneratif yang sukses. Hal ini memastikan regenerasi tulang karena dapat mendukung sifat osteogenik, osteoinduktif, dan osteokonduktif yang berhubungan dengan sel-sel prosteoblastik dalam graft. Hal ini tidak membantu pasien dan ahli bedah karena membutuhkan titik bedah tambahan dan memiliki beberapa kerugian termasuk ketersediaan yang terbatas, morbiditas pasien, dan laju resorpsi tidak teratur, yang menghambat aplikasi umum dalam praktek klinis. Karenanya, berbagai macam bahan subtitusi allogenik telah dikembangkan sebagai kandidat alternatif untuk migrasi dan proliferasi osteoblast. Bagaimanapun, bahan-bahan tersebut telah menyebabkan timbulnya kekhawatiran akan transmisi penyakit. Kekurangan ini memicu pengembangan bahan graft alternatif termasuk xenograft.
            Deproteinized bovine hydroxyapatite telah dilaporkan lebih efektif dibandingkan alloplast sintetik dalam hal meningkatkan pembentukan tulang yang baru. Karena itu, mineral tulang sapi (bovine bone) telah diteliti dan digunakan secara luas di klinik. Walaupun telah dilakukan proses deproteinisasi pada bovine bone substitute untuk mencegah transmisi penyakit, perdebatan masih berlanjut pada topik ensefalopati bovine spongiform. Oleh karena itu, perlu untuk mencari alternatif tipe donor yang tidak beresiko. Dengan mempertimbangkan tingkat keamanan bahan xenogenik, equine-derived bone diusulkan sebagai alternatif pengganti bahan tulang xenogenik, yang jarang disebutkan dalam literatur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan regenerasi tulang dari mineral tulang kuda (equine bone) terhadap defek tulang alveolar gigi kaninus.

Bahan dan Metode
Hewan Percobaan
            Dalam penelitian ini digunakan anjing sebanyak dua belas ekor dengan berat masing-masing 10 kg sebagai subjek penelitian. Hewan-hewan tersebut memiliki gigi yang lengkap dengan jaringan periodontal yang sehat. Pemilihan dan penanganan hewan, protokol pembedahan, dan preparasi sesuai dengan acuan telah disetujui oleh Institutional Animal Care and Use Committee of Seoul National University.

Prosedur Pembedahan
            Seluruh prosedur pembedahan dilakukan dengan anastesi umum dan lokal pada kondisi steril dengan 2% xylazine hydrochloride (Rumpen, Bayer, Seoul, Korea) / ketamine hydrochloride (Ketalar, Yuhan, Seoul, Korea), dan 2% lidocaine hydrochloride / epinephrine (1:100,000), secara berurutan. Gigi premolar dua dan empat rahang bawah diektraksi terlebih dahulu sebelum pembedahan eksperimental dan dibiarkan untuk proses penyembuhan selama 8 minggu. Perawatan post-ekstraksi meliputi administrasi intramuskular natrium cefazoline, dengan dosis 20 mg/kg berat badan (Cefazolin, Yuhan, Seoul, Korea). Titik ekstraksi dan gigi-geligi yang tersisa mendapatkan topikal aplikasi profilaksis oral menggunakan 0.2% chlorhexidine (Hexamedin, Bukwang Pharm., Seoul, Korea).
            Pembedahan eksperimental, yang dilakukan setelah probing periodontal, mencakup elevasi flap mukoperiosteal bukal dan lingual hingga pembentukan defek intrabony dengan dua-dinding pada mesial dan distal gigi premolar ketiga secara bilateral. Defek tersebut, yang berukuran 5×5×5 mm (lebar mesio-distal × lebar bucco-lingual × kedalaman), dibuat menggunakan round dan fissure bur dengan pendingin saline steril. Defek kemudian diisi dengan equine particulate bone (OCS-H, NIBEC, Seoul, Korea) dengan membran kolagen (Bio-Gide, Geistlich Pharma AG, Wolhusen, Switzerland) atau dengan bovine particulate bone (Bio-Oss, Geistlich Pharma AG, Wolhusen, Switzerland) dengan membran kolagen, atau hanya dengan membran kolagen saja yang digunakan untuk stabilisasi titik yang telah di-graft. Defek yang tidak dirawat berfungsi sebagai kontrol. Kemudian flap ditempatkan kembali pada posisinya dan dijahit. Untuk perawatan post-pembedahan, dilakukan kontrol infeksi menggunakan natrium cefazoline dengan dosis 20mg/kg berat badan dan pemberian topikal chlorhexidine 0,2% setiap hari (Hexamedin, Bukwang Pharm., Seoul, Korea). Jahitan diangkat 2 minggu setelah pembedahan. Hewan-hewan percobaan di-euthanasia pada minggu ke 10, 16, dan 24 post pembedahan setelah pengukuran kedalaman probing.







 






Gambar 1. Defek tipe dua-dinding berbentuk boks dibuat dengan pembedahan pada sisi mesial dan distal kaninus rahang bawah (A). Setelah mineral tulang dimasukkan (B), flap kemudian dijahit (C). 

Micro-computed tomography (micro-CT)
            Dilakukan pengambilan potongan mandibula termasuk bagian yang terdapat defek tulang dan gambar diperoleh menggunakan mesin micro-CT (Skyscan 1172, Skyscan, Kontich, Belgium). Spesimen diatur pada dimensi yang tepat untuk menghindari efek pemendekan. Hasil foto yang diperoleh dalam bentuk 3 dimensi dengan ukuran isotropic voxel 15x15x15µm. generator X-ray dioperasikan pada akselerasi potensial 85kv, 116µA. sumber X-ray dikombinasikan dengan detektor 2 dimensi pada kecepatan foto 316ms. Untuk penghitungan volume tulang yang baru terbentuk (%) digunakan volume viewer 2 dimensi dan piranti lunak analisis (CT-analyzer, Sky scan, Kontich, Belgium).  

Prosedur Histologis
            Seluruh spesimen dikeringkan melalui prosedur perendaman dalam larutan etanol secara bertahap dan dalam media (Technovit 7200 VLC, Heraeus Kulzer, Wehrheim, Germany).
Bagian koronal diiris dengan ketebalan ±30 µm menggunakan EXAKT cutting/grinding systems, EXAKT Advanced Technologies GmbH, Norderstedt, Germany. Potongan tersebut kemudian diwarnai dengan toluidine blue. Dilakukan observasi mikroskopik menggunakan light microscope (BX50, Olympus Optical, Osaka, Japan).

Analisis Histomorfometrik
            Untuk pemeriksaan histomorfometrik, dilakukan pengambilan foto dari tiap irisan spesimen menggunakan kamera digital (DP71, Olympus Optical, Osaka, Japan) dan gambar yang dihasilkan disimpan di komputer. Histomorfometrik computer-assisted mengukur persentase area tulang yang baru terbentuk, panjang sementum yang baru terbentuk, dan first bone contact, diukur dari cemento-enamel junction (CEJ) sampai puncak tertinggi tulang alveolar pada gigi yang bersangkutan. Pengukurannya menggunakan sistem analisis foto otomatis (Scope Eye, Techsantech Co., Seoul, Korea).

Analisis Statistik
            Nilai rata-rata dan standar deviasi dihitung untuk semua data kuantitatif. Data yang terkumpul dari tiap kelompok dibandingkan menggunakan Repeated Measures Analysis of Variance menggunakan piranti lunak analisis (SPSS, SPSS Inc., Chicago, IL, USA). P<0.05 diperhitungkan signifikan secara statistik.

Hasil
Kedalaman probing
            Kedalaman probing poket diukur pada proksimal M3 rahang bawah. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara semua probing dasar dari tiap-tiap kelompok. Seperti yang terlihat pada tabel 1, kelompok equine particulate bone menunjukkan pengurangan kedalaman probing yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen (P<0.05). Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok bovine particulate bone dan kelompok equine particulate bone.




Tabel 1.kedalaman probing poket (mm) dari tiap kelompok (rata-rata±SD). Kelompok dengan equine particulate bone menunjukkan nilai rendah yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok yang hanya dengan membran kolagen. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan equine particulate bone dan kelompok dengan bovine particulate bone.
a)berbeda secara statistik dari kelompok kontrol pada periode yang sama (P<0.05)
b)berbeda secara statistik dari kelompok dengan hanya membran kolagen pada periode yang sama (P<0.05)
Gambar 2. Fotomikrograf menunjukkan defek pada minggu ke 10, 16, dan 24. Sementum baru dan pembentukan tulang nampak nyata pada kelompok dengan bahan pengganti tulang. (A) kelompok kontrol negatif, (B) kelompok dengan hanya membran kolagen, (C) kelompok bovine particulate bone, dan (D) kelompok equine particulate bone.

Temuan Histologis
            Defek tulang alveolar secara umum berisi jaringan fibrous dengan lebih sedikit pembentukan tulang baru pada kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen, jika dibandingkan dengan dua kelompok lainnya (gambar 2). Membran kolagen yang tersisa tidak terdeteksi pada potongan histologis tersebut, jadi dapat dipastikan semuanya telah resorbsi sempurna selama proses penyembuhan. Pembentukan sementum baru tampak jelas pada kedua kelompok yang diinsersi dengan particulate bone jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok yang hanya dengan membran kolagen.

Analisis Histomorfometrik
            Gambar 3 memperlihatkan kelompok dengan equine particulate bone mencapai nilai titik kontak pertama dengan tulang yang lebih rendah daripada kelompok kontrol dan kelompok dengan hanya membran kolagen. Kelompok equine particulate bone menunjukkan 2.68 ± 0.43 mm, 2.42 ± 0.49 mm, dan 0.60 ± 0.36 mm pada minggu ke 10, 16, dan 24, secara respektif. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol atau kelompok dengan hanya membran kolagen pada semua periode (P<0.05). tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam nilai first bone contact antara kelompok equine particulate bone dan kelompok bovine particulate bone. Pada gambar 4, panjang sementum baru pada kelompok equine particulate bone, dengan nilai 1.95 ± 0.44 mm, 2.88 ± 0.25 mm, dan 3.99 ± 0.37 mm pada minggu ke 10, 16, and 24, secara respektif. Signifikansi statistik dari kelompok kontrol terjadi pada seluruh periode (P<0.05). Pada minggu ke 16 dan 24, kelompok dengan equine particulate bone menunjukkan panjang sementum baru yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok dengan membran kolagen (P<0.05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam panjang sementum baru antara kelompok dengan equine particulate bone dan kelompok dengan bovine particulate bone. Persentase pembentukan tulang yang baru pada kelompok dengan equine particulate bone terlihat dominan, yaitu 32.05 ± 6.84%, 43.99 ± 9.92%, dan 52.99 ± 8.98% pada minggu ke 10, 16, and 24 (gambar 5). Kelompok dengan hanya membran kolagen saja menunjukkan persentase pertambahan pembentukan tulang baru yang signifikan pada minggu ke 10 dan 16, dengan nilai 18.87 ± 8.46% and 25.23 ± 7.23%, dibandingkan dengan kelompok kontrol (P < 0.05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan equine particulate bone dan kelompok dengan bovine particulate bone.

Analisa Micro CT
            Micro CT diperlukan untuk menganalisa fraksi volume tulang dari tiap-tiap kelompok. Kelompok kontrol dan kelompok dengan hanya membran kolagen menunjukkan nilai yang rendah selama periode observasi, sedangkan kelompok dengan equine particulate bone menunjukkan fraksi volume tulang yang paling tinggi, dengan nilai 44.85 ± 12.72%, 50.02 ± 12.53%, dan 61.25 ± 15.84% pada minggu ke 10, 16, dan 24. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan equine particulate bone dan kelompok dengan bovine particulate bone, di mana keduanya menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok dengan hanya membran kolagen (P<0.05) (gambar 6).

Pembahasan
            Di antara semua bahan pengganti tulang, xenograft telah umum digunakan karena memiliki struktur yang adekuat relatif terhadap komponen yang digantikan dan tidak membahayakan jaringan yang tersisa. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa sifat fisik dan kimia bahan ini menyerupai tulang manusia, sehingga dapat berfungsi osteokonduktif. Di antara semua bahan pengganti tulang xenogenik, bahan pengganti dari tulang sapi (bovine-derived bone replacement material) telah diteliti secara ekstensif dan telah umum digunakan dalam keadaan klinik. Mengenai bahan pengganti bovine-derived bone, keamanannya masih menjadi masalah khususnya berkaitan dengan penemuan ensefalopati bovine spongiform. Dengan mempertimbangkan keamanan dari bahan xenogenik,  diusulkan penggunaan suatu bahan equine-derived bone sebagai alternatif, yang jarang dilaporkan. Suatu penelitian menunjukkan sifat fisik equine bone yang lebih baik daripada bovine bone yang telah dideproteinisasi. Pada penelitian tersebut blok hidroksiapatit equine dan kolagen tulang didaptasikan pada defek tulang kaninus rahang bawah. Juga dilaporkan bahwa aposisi onlay blok equine bone menunjukkan sifat biokompatibel, dan dihubungkan dengan pertumbuhan pembuluh darah yang baru. Meski demikian, belum ada penelitian lebih lanjut mengenai bahan equine particulate bone. Penelitian ini merupakan laporan pertama tentang equine particulate bone sebagai bahan pengganti.



*berbeda secara statistik dari kelompok kontrol pada periode yang sama (P<0.05)
**berbeda secara statistik dari kelompok dengan hanya membran kolagen pada periode yang sama (P<0.05)


Gambar 3. First bone contact (cement-enamel junction ke puncak tulang alveolar) melalui analisa histomorfometrik. Kelompok dengan mineral tulang menunjukkan nilai yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen.













*berbeda secara statistik dari kelompok kontrol pada periode yang sama (P<0.05)
**berbeda secara statistik dari kelompok dengan hanya membran kolagen pada periode yang sama (P<0.05)




Gambar 4. Panjang sementum baru (mm) dengan analisa histomorfometrik. Kelompok dengan mineral tulang menunjukkan nilai yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen.

            Jaringan periodontal terdiri dari komponen jaringan lunak dan jaringan keras termasuk epitel gingival, jaringan konektif, sementum, dan tulang alveolar. Regenerasi periodontal sulit untuk dicapai karena perawatan periodontal konvensional seringkali menyebabkan proses perbaikan dengan migrasi apikal epitel gingival antara jaringan konektif dan permukaan akar. Agar terjadi regenerasi jaringan periodontal, maka ligamen periodontal harus melekat pada sementum sementara sel-sel tulang alveolar berproliferasi dan meningkatkan pembentukan tulang. Untuk tujuan ini, sebagai tambahan digunakan membran kolagen di samping penggunaan bahan pengganti tulang, yang belakangan tidak direkomendasikan karena lemahnya perlekatan baru. Alasan yang sesuai untuk terbentuknya sementum baru pada kelompok membran kolagen dengan atau tanpa bahan pengganti tulang dapat dijelaskan oleh fungsi suplementer membran kolagen.
            Untuk mengevaluasi jumlah perlekatan jaringan periodontal baru, dilakukan pengukuran kedalaman poket sebelum operasi dan setelah penyembelihan. Kelompok dengan equine particulate bone  bersama dengan kelompok dengan bovine particulate bone menunjukkan penurunan kedalaman probing jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok dengan membran kolagen. Hal ini sesuai dengan dugaan, dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya bahwa penggunaan bahan pengganti tulang dengan membran kolagen mampu mengurangi kedalaman probing.


*berbeda secara statistik dari kelompok kontrol pada periode yang sama (P<0.05)
**berbeda secara statistik dari kelompok dengan hanya membran kolagen pada periode yang sama (P<0.05)




Gambar 5. Area pembentukan tulang yang baru dengan analisa histomorfometrik. Kelompok dengan mineral tulang menunjukkan nilai yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen.









*berbeda secara statistik dari kelompok kontrol pada periode yang sama (P<0.05)
**berbeda secara statistik dari kelompok dengan hanya membran kolagen pada periode yang sama (P<0.05)




Gambar 6. Fraksi volume tulang (%) dari masing-masing kelompok. Kelompok dengan mineral tulang menunjukkan fraksi volume tulang yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen.

            Parameter lain dalam regenerasi jaringan periodontal diuji dari metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini. Kontak tulang pertama , yaitu jarak antara CEJ dan puncak tulang alveolar, digunakan untuk menegaskan penurunan kedalaman probing yang dihasilkan dari pembentukan tulang alveolar atau perlekatan jaringan konektif. Pada temuan kami, kedua kelompok dengan bahan pengganti tulang menunjukkan penurunan nilai yang signifikan dalam parameter ini, yang dipertegas oleh reduksi kedalaman probing yang terjadi sebagai akibat regenerasi tulang alveolar oleh bahan pengganti tersebut. Reduksi kedalaman probing juga dapat difasilitasi oleh regenerasi sementum. Panjang sementum yang baru dari kelompok equine particulate bone menunjukkan angka yang mencolok, dan menjadi penjelasan lain mengenai reduksi kedalaman probing pada penelitian ini.
            Untuk penentuan kuantitatif pembentukan tulang periodontal digunakan metode dua dimensi dan tiga dimensi, termasuk menghitung area pembentukan tulang yang baru menggunakan histomorfometri dan fraksi volume tulang menggunakan analisa micro CT. Telah dilaporkan bahwa perbedaan struktural analisa micro CT dapat memungkinkan pemeriksaan yang lebih akurat dalam regenerasi tulang. Terdapat konsistensi dalam pemeriksaan dua dimensi dan tiga dimensi, yang menunjukkan bahwa kemlompok dengan equine particulate bone dan kelompok dengan bovine particulate bone ekuivalen dalam hal regenerasi tulang periodontal. Dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok dengan hanya membran kolagen, kedua kelompok dengan bahan pengganti tulang tersebut menunjukkan pertambahan nilai pembentukan tulang secara signifikan.
            Sebagai kesimpulan, kelompok equine bone dan bovine bone menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kedalaman probing, first bone contact, panjang sementum baru, area pembentukan tulang baru, dan nilai fraksi volume tulang jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dengan hanya membran kolagen. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara equine bone dan bovine bone dalam parameter-parameter tersebut; oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa equine particulate bone dan bovine particulate bone ekuivalen dalam batas penelitian ini.














KOMPLIKASI LAMBAT DARI PERAWATAN DRY SOCKET

BAB I Pendahuluan
            Dry socket merupakan komplikasi yang umum terjadi setelah ekstraksi gigi, dengan insiden tertinggi pada kelompok usia 40-45 tahun. Dry socket memiliki insidensi 1-4% untuk semua ekstraksi gigi dan memiliki frekuensi tertinggi pada pasien perempuan. Dry socket  dapat sembuh sendiri dan biasanya sembuh dalam 5-10 hari meskipun tanpa dirawat.
            Perawatan dry socket secara umum dibagi menjadi dua : menggunakan dressing dan non dressing. Penggunaan dressing menjadi kontroversi karena tidak ada penelitian yang dilakukan secara spesifik untuk menginvestigasi insiden efek samping yang potensial dan kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh penggunaannya. Sesuai dengan prinsip aktifnya, dressing dapat dibagi menjadi kelompok dressing antimikroba, dressing penenang, dan dressing dengan anastesi lokal. Salah satu dressing yang paling umum digunakan yaitu zinc-oxide dan eugenol,  yang dicampur dalam konsistensi semi solid. Komplikasi lokal telah ditemukan setelah penempatan dressing intra-alveolar; antara lain neuritis, reaksi terhadap “benda asing”, dan myospherulosis.
            Penelitian ini mempresentasikan komplikasi lambat berhubungan dengan penggunaan dressing dry socket yang menimbulkan gejala trigeminal neuralgia selama 3 tahun dan menyebabkan osteomyelitis kronis dengan reaksi tubuh terhadap “benda asing”.1




BAB II TINJAUAN PUSTAKA
            Dry socket adalah komplikasi berupa nyeri terlokalisir yang dialami setelah ekstraksi gigi, di mana terjadi pemecahan gumpalan darah akibat terekspos oleh dinding soket nekrotik dan terinfeksi.2
            Penyebab pecahnya gumpalan darah dan terjadinya dry socket antara lain :2
1.      kegagalan pembentukan gumpalan akibat penggunaan vasokonstriktor pada larutan anastesi lokal.
2.      infeksi gumpalan darah dan jaringan tulang di bawahnya.
3.      traumatik devitalisasi pada dinding soket
4.      merokok setelah ekstraksi
5.      pecahnya gumpalan darah akibat sering mengisap daerah operasi.
6.      kondisi sklerotik dan tulang yang relatif avaskuler menjadi faktor predisposisi pembentukan dry socket.
                Komplikasi post operatif ini muncul 2-3 hari setelah pencabutan. Selama periode ini, gumpalan darah hancur dan terlepas, menyebabkan penyembuhan yang tertunda dan nekrosis permukaan tulang pada soket. Komplikasi ini disebut alveolitis fibrinolitik dan ditandai oleh soket yang kosong, halitosis, rasa yang tidak enak pada mulut, dan nyeri hebat yang dapat menyebar ke area lain.3
            Adapun etiologi dan patogenesis dry socket, termasuk tulang yang padat dan sklerotik di sekitar gigi, infeksi selama atau setelah ekstraksi, perlukaan alveolus, dan anastesi infiltrasi.3
            Komplikasi ini dirawat dengan cara irigasi soket dengan larutan saline hangat, dan menempatkan tampon yang dibasahi eugenol yang diganti dalam  rentang waktu 24 jam, hingga rasa nyeri berkurang. Juga dapat digunakan tampon yang direndam dalam zinc-oxide/eugenol yang ditempatkan di dalam soket selama 5 hari; sebagai pilihan alternatif dapat digunakan tampon iodoform atau enzim yang diaplikasikan  secara lokal. Penelitian terbaru menunjukan teknik Matthew’s dan Mitchell’s sangat efektif untuk mengatasi komplikasi ini. Teknik tersebut menggunakan dextranomer granules (Debrisan) dan pasta kolagen (Formula K)  tanpa terlihat adanya foreign body reaction seperti yang terjadi ketika menggunakan campuran zinc-oxide eugenol. Dengan perawatan paliatif ini, rasa nyeri berangsur-angsur berkurang, dan pasien diberi instruksi untuk tidak mengunyah pada sisi yang mengalami dry socket .3
            Tujuan perawatan yaitu untuk mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan. Hal-hal yang harus diperhatikan :2
         1.         soket harus diirigasi dengan larutan saline hangat dan dilakukan debridement.
         2.         tonjolan tulang yang tajam dieksisi dengan rongeur forceps atau dihaluskan dengan bur.
         3.         dressing yang mengandung zinc oxide dan eugenol ditempatkan dalam soket. Tidak boleh ditempatkan terlalu menempel pada soket karena dapat menjadi keras dan sulit untuk dilepaskan.
         4.         pasien dianjurkan mengkonsumsi tablet analgesik dan berkumur dengan larutan saline hangat. Pasien diinstruksikan kontrol setelah 24 jam.
         5.         jika nyeri berhenti setelah 24 jam tidak perlu dilakukan penggantian dressing, dan jika masih nyeri maka dilakukan irigasi dan penggantian dressing.
         6.         pasien diresepkan analgesik dan antibiotik.
            Dry socket dalam kedokteran gigi biasanya ditangani dengan dressing intra-alveolar; di mana penggunaannya masih menjadi kontroversi dan berhubungan dengan beberapa efek samping seperti neuritis, reaksi tubuh terhadap benda asing, dan myospherulosis. Peneliti melaporkan suatu kasus penggunaan dressing intra-alveolar (pasta zinc-oxide eugenol) yang menimbulkan gejala menyerupai trigeminal neuralgia selama 3 tahun dan menyebabkan osteomyelitis kronis pada rahang atas kanan serta reaksi terhadap “benda asing” pada zona yang berhubungan dengan tulang alveolar molar satu rahang atas. Komplikasi jangka panjang ini berhasil ditangani dengan pengambilan “benda asing” secara keseluruhan dan kuretase daerah yang terlibat.1
            Jenis dressing lain yang biasa digunakan dalam perawatan dry socket yaitu :2
-           tampon yang dibasahi iodoform. Dapat bertahan 2-3 minggu.
-           tampon yang dibasahi anastesi lokal butacaine / benzocaine.
-           agen antifibrinolitik seperti asam parabenzoat prophyl ester, granula dextranomer, dan pasta iodoform.
Laporan Kasus
            Seorang perempuan berusia 45 tahun dirujuk ke bagian Oral dan Maxillofacial Rumah Sakit Nasional Zachamil; keluhan utamanya yaitu trigeminal neuralgia kanan yang tidak dapat ditangani dengan perawatan konservatif. Bermula dari 3 tahun yang lalu ketika molar satu kanan rahang atas diekstraksi. Empat hari setelah ekstraksi, dokter gigi yang menangani pasien ini mendiagnosa sebagai dry socket yang kemudian dirawat dengan dressing intra-alveolar yang mengandung pasta zinc-oxide eugenol; medikamen ini ditempatkan secara langsung pada alveolus tanpa menggunakan media pengangkut. Pasien mengalami nyeri dan kemudian tidak pernah kembali ke dokter giginya sehingga pasta tersebut masih tertinggal di alveolus (informasi ini diperoleh dari rekam medik yang dipegang oleh dokter gigi yang menangani pasien tersebut).
            Beberapa minggu kemudian, pasien mengalami nyeri pada rahang atas kanan. Ia mengunjungi banyak dokter gigi untuk menyembuhkan nyeri yang dialaminya, dan dalam rentang waktu dua tahun dilakukan pencabutan  gigi molar tiga, molar dua, premolar satu, dan premolar dua. Nyeri hemifasial tetap ada, dan pasien dirujuk ke ahli neurologi yang dibingungkan dengan gejala sehingga dirawat sebagai trigeminal neuralgia. Diberikan resep Carbamazepine selama setahun dan tidak terjadi nyeri, sehingga pasien kemudian dirujuk ke bagian Bedah Mulut.
Gambar 1: foto panoramik. Terlihat adanya radioopasitas pada rahang atas kanan dan tidak ada gigi 1,2,3,4,dan 5, semuanya dengan proses penyembuhan tulang yang adekuat kecuali pada 3 area.
Gambar 2 : (a) foto oklusal rahang atas. (b) foto periapikal. Terlihat “benda asing” yang terletak dekat dengan sinus maksilla dan area alveolus yang belum sembuh.
Keluhan utamanya yaitu nyeri hemifasial intermitten di sebelah kanan, dideskripsikan sebagai rasa sakit dengan periode nyeri intensif yang menusuk. Digunakan skala analog visual untuk pengukuran selama periode intermitten dengan nyeri parah. Dari pemeriksaan fisik diketahui tidak terdapat zona pemicu dan tampakan klinis dari gigi 1,2,3,4, dan 5.1
Dilakukan foto X-ray panoramik, oklusal, dan periapikal. Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan benda asing pada rahang atas kanan di regio molar satu dengan tulang alveolar yang belum sembuh; gambaran tersebut berada dekat dengan sinus maksillaris (gambar 1 dan gambar 2). Sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien, kemudian dilakukan tindakan pengambilan benda asing tersebut dan kuretase area yang terkena; yang ditemukan selama pembedahan antara lain : alveolus yang tidak sembuh (nonhealed alveolus), jaringan granulasi, fragmen tulang, dan suatu benda padat berwarna putih  yang berkontak langsung dengan sinus maksilaris (gambar 3). Seluruh jaringan tersebut dikirim ke ahli patologi dan diperoleh laporan adanya jaringan konektif fibrous yang bervaskularisasi, infiltrat inflamasi kronis, sel-sel multinukleat, dan tulang nekrotik yang dilkelilingi oleh bentukan bakteri. Diagnosis akhir yaitu osteomyelitis kronis dengan zona reaksi terhadap benda asing.1
  (a)  (b)
Gambar 3: (a) pendekatan intra oral supracrestal, di mana benda asing tersebut diambil dan insisi dijahit dengan benang silk 3-0. (b) tampak makroskopik dari benda asing yang telah diambil, yang berukuran 0,7 x 0,5 x 0,2 cm.
Gambar 4 : foto panoramik menunjukkan penampakan post operatif tanpa adanya benda asing tersebut.
(a)                                                        (b)
Gambar 5 : (a) foto oklusal maksilla post operatif. (b) foto periapikal post operatif. Terlihat pengambilan benda asing tersebut secara keseluruhan.
Antibiotik dan anti inflamasi non-steroid digunakan selama seminggu setelah operasi. Perawatan post operatif  kemudian dilakukan secara konvensional tanpa adanya komplikasi yang lebih lanjut. Radiografi post-operatif menunjukkan penyembuhan yang adekuat (gambar 4 dan 5).1
            Seminggu setelah operasi pasien tidak lagi mengeluhkan nyeri. Skala visual analog digunakan selama beberapa bulan berikutnya dan menunjukkan hasil tidak terjadi nyeri setelah benda asing tersebut dikeluarkan. Pasien di-follow up selama enam bulan dan tidak terjadi nyeri fasial selama periode ini.1
BAB III PEMBAHASAN
Jumlah kasus komplikasi sekunder akibat penempatan dressing dalam perawatan dry socket tidak dihitung; sebagian besar komplikasi yang terjadi sebelumnya telah dilaporkan, antara lain myospherulosis, neuritis, dan reaksi terhadap benda asing, yang berhubungan dengan medikasi intra-alveolar sebagai metode preventif dan bukan sebagai bentuk perawatan.1
Trigeminal neuralgia juga disebut sebagai “tic douloureux” atau “tic”. Ketika berlangsung parah, pasien akan merasa amat kesakitan. Nyeri ini sangat sering meilibatkan bibir bawah dan gigi rahang bawah atau bibir atas dan pipi, kadang juga melibatkan hidung dan area sekitar mata. Pemakaian obat anti nyeri secara rutin kadang menjadi tidak efektif untuk mengontrol nyeri.4
Bright dkk.1982 [10] dan Belfiglio dkk pada 1986 [9] mendeskripsikan myospherulosis berhubungan dengan tetracycline pada petrolatum, yang digunakan sebagai langkah preventif untuk mencegah dry socket. Pada masa kini telah diketahui bahwa petrolatum mengganggu proses penyembuhan luka melalui aksi lipid pada ektravasasi eritrosit, yang menyebabkan myospherulosis.1
Karena itulah, pada masa sekarang ini penggunaan petrolatum telah berkurang. Zuniga dan Leist pada 1995 melaporkan suatu kasus penggunaan tetracycline topikal yang menginduksi neuritis enam bulan setelah ekstraksi gigi molar tiga yang tidak erupsi. Moore dan Brekke pada 1990 melaporkan suatu reaksi sel raksasa terhadap benda asing yang berhubungan dengan penempatan tetracycline asam poliaktik. Mainous pada 1974 melaporkan suatu reaksi terhadap benda asing setelah penempatan zinc-oxide eugenol pada kasus osteitis. Bloomer pada 2000 melakukan suatu penelitian mengenai pencegahan alveolar osteitis dengan penempatan medikamen segera dan hanya digunakan selama seminggu kemudian dikeluarkan lagi, sehingga tidak ada laporan komplikasi saat evaluasi jangka panjang.1
Perawatan dry socket bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada pasien. Nyeri sakit tersebut membutuhkan irigasi perlahan dengan saline, aplikasi dressing ke dalam soket gigi, dan penggunaan obat analgesik. Terdapat beberapa jenis dressing yang sesuai untuk keadaan ini. dressing tersebut pada umumnya mengandung kombinasi anastetik, eugenol, dan balsam peru. Sebuah tampon kecil yang telah dibasahi dressing kemudian ditempatkan pada soket gigi. Pasien yang mendapatkan perawatan ini harus dikontrol dalam 24 hingga 48 jam kemudian. Jika nyeri tidak berlanjut, tidak perlu dilakukan penggantian dressing. Sebagian besar pasien membutuhkan dua hingga tiga kali penggantian dressing untuk penyembuhan total.5
            Eugenol dalam bentuk yang belum dimurnikan, telah digunakan selama beberapa abad sebagai obat untuk sakit gigi. Pada 1873 Crisholm mendeskripsikan pencampuran eugenol dengan zinc oxide menjadi massa plastis untuk penggunaan terapeutik. Campuran ini memiliki efek sedatif dan anodine seperti halnya agen antibakteri lainnya. Campuran eugenol dan zinc oxide bereaksi sehingga menghasilkan zinc eugenolato. Eugenolato tidak stabil dalam air, dan segera mengalami hidrolisis dan pelepasan eugenol bebas. Eugenol bebas juga dapat merusak jaringan lunak. Terdapat variasi dalam jenis dan tingkat reaksi jaringan mulut terhadap eugenol tapi secara umum eugenol bersifat sitotoksik pada konsentrasi tinggi dan memiliki efek samping terhadap sel fibroblast dan osteoblast. Dengan demikian, pada konsentrasi tinggi, menyebabkan nekrosis dan memperlambat proses penyembuhan.  Efek ini tergantung pada dosis dan secara potensial berpengaruh terhadap semua pasien. Eugenol juga bersifat neurotoksik, dapat menyebabkan gangguan transmisi neuron. Kozam menekankan bahwa eugenol pada konsentrasi tertentu dapat menghambat transmisi impuls syaraf selama 3 jam. Dilaporkan terjadi transient paraestesia setelah penggunaan eugenol sebagai medikamen endodontik. Telah dilaporkan perawatan lain untuk penyembuhan efektif dari osteitis alveolar yang menggunakan campuran di mana di dalamnya termasuk penggunaan iodoform gauze (NU Gauze, Johnson & Johnson Wound Management) yang dilapisi dengan campuran tiga sampai lima tetes obtundant, eugenol, dengan atau tanpa kandungan zat lain, dan ditempatkan pada soket yang telah teranastesi. Bentuk perawatan ini sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang alergi terhadap iodine. Pada kasus ini, penggunaan medikamen intra alveolar zinc oxide-eugenol, menyebabkan nekrosis tulang, reaksi terhadap benda asing, penyembuhan alveolar yang tertunda, dan nyeri hemifasial yang dikacaukan dengan trigeminal neuralgia. Zinc oxide eugenol dapat menyebabkan efek neurotoksik pada area yang terpengaruhi. Gejala yang dirasakan pasien membingungkan dokter gigi dan ahli neurologi, sehingga mengarah ke diagnosis yang keliru.1
BAB IV KESIMPULAN
Kasus ini mengungkapkan perlunya dilakukan penelitian jangka panjang mengenai penggunaan dressing intra alveolar sebagai perawatan dry socket dan bukan sebagai langkah pencegahan, dengan maksud untuk menentukan tingkat keamanan dan efek samping potensialnya terhadap pasien dalam penelitian jangka panjang. Laporan kasus ini juga mengungkapkan pentingnya evaluasi klinis dan radiografis  pada pasien dengan kecurigaan mengalami trigeminal neuralgia, untuk menghilangkan pengaruh lokal terhadap rahang yang dapat membingungkan dan mengarah ke diagnosis dan langkah perawatan yang salah. Pada akhirnya, yang juga harus diperhatikan yaitu memberikan instruksi post operatif tertulis kepada pasien mengenai apa yang ditempatkan di dalam soket, berapa lama dressing seharusnya berada dalam soket, dan kapan harus melakukan kontrol untuk pengambilan dressing tersebut.