Jumat, 17 Desember 2010

Dry Mouth dan Efeknya Terhadap Kesehatan Rongga Mulut pada Pasien Lanjut Usia

PENDAHULUAN

Saliva berperan penting bagi kesehatan rongga mulut. Fungsi saliva yang penting dan sangat jelas yaitu saat makan, untuk mengecap dan menjadi pelumas bagi makanan dan melindungi mukosa dan gigi. Air, musin, dan glikoprotein kaya-proline menjadi pelumas bagi makanan dan membantu proses menelan, dan saliva juga penting untuk persepsi rasa yang normal. Saliva berfungsi protektif dengan aksi pembersihan, melalui berbagai komponen antimikrobial seperti musin, histatin, lisozim, dan laktoferin, dan melalui antibodi spesifik terhadap mikroorganisme.1


Keluhan mulut kering dan berkurangnya produksi saliva merupakan hal yang umum pada populasi lansia, yang dapat berakibat ketidakseimbangan asupan makanan, pertahanan tubuh, dan kemampuan komunikasi. Xerostomia persisten dan disfungsi saliva dapat menyebabkan gangguan permanen dan signifikan terhadap rongga mulut dan faringeal, dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang.2


Berkurang ataupun hilangnya saliva dapat menyebabkan kelainan yang signifikan dan reduksi persepsi pasien terhadap kualitas hidup. Kandungan utama saliva adalah air, protein, dan elektrolit. Komponen-komponen tersebut meningkatkan fungsi pengecapan, bicara, dan menelan, serta membantu irigasi, lubrikasi, dan perlindungan membran mukosa pada traktus digestif bagian atas. Fungsi tambahan fisiologisnya yaitu saliva memiliki kemampuan antimikrobial dan buffer yang membantu mencegah karies. 3


Fungsi saliva sangat penting bagi kesehatan lansia, mengingat sangat banyaknya penyakit sistemik ( misalnya Sindrom Sjogren [SS] ), pengobatan (contohnya antikolinergik) dan terapi radiasi kepala & leher (misalnya untuk kanker) yang menyebabkan xerostomia, khususnya pada pasien lansia. 2


Dry mouth didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari xerostomia yang dapat diakibatkan oleh menurunnya produksi saliva. Xerostomia diperkirakan dialami oleh jutaan orang di Amerika Serikat. Beberapa penelitian telah menemukan kondisi tersebut pada 17 hingga 29 persen dari populasi sampel.3

Sekresi kelenjar saliva berasal dari kelenjar mayor (parotid, submandibular, dan sublingual) dan kelenjar minor (beberapa kelenjar mukosa yang tersebar di seluruh rongga mulut – khususnya bibir dan palatum molle) yang secara umum berada di bawah kontrol syaraf, di bawah pengaruh sistem syaraf otonom, walaupun banyak hormon yang mungkin mempengaruhi komposisinya. Secara umum, stimulasi parasimpatis meningkatkan salivasi, sedangkan stimulasi simpatis menyebabkan saliva menjadi lebih muscous dan terlihat menurun sekresinya.1


Estimasi hipofungsi kelenjar saliva dan xerostomia sulit untuk diperoleh mengingat masih terbatasnya studi epidemiologis yang telah dilakukan. Ship dkk telah memperkirakan bahwa kurang lebih 30 % populasi berusia 65 tahun ke atas telah mengalami gangguan ini. Dry mouth yang diinduksi obat-obatan merupakan penyebab paling umum, karena mayoritas lansia memperoleh perawatan  dengan sekurang-kurangnya satu macam medikasi yang dapat menyebabkan xerostomia.  Prevalensi xerostomia mencapai hampir 100 % pada pasien dengan SS, dan pasien yang menjalani terapi radiasi untuk perawatan kanker dapat menyebabkan xerostomia permanen.2


Banyak pasien lanjut usia yang mengalami dry mouth dengan berbagai variasi penyebab. Yang menarik, produksi dari kelenjar saliva mayor tidak mengalami penurunan yang signifikan pada lansia yang sehat. Beberapa data penelitian menunjukkan perubahan yang berhubungan dengan usia pada kosntituen saliva, akan tetapi bukti lainnya menunjukkan produksi elektrolit dan protein yang tetap stabil tanpa adanya masalah kesehatan yang kompleks dan penggunaan obat-obatan.2


Gangguan salivasi pada populasi lansia biasanya disebabkan oleh penyakit sistemik dan perawatannya (contohnya antikolinergik untuk terapi radiasi). Banyak kondisi kesehatan (seperti SS, diabetes, penyakit Alzheimer, dehidrasi), medikasi ( yang diresepkan ataupun tidak), irradiasi kepala dan leher dan kemoterapi, yang dapat berkontribusi dan menyebabkan penyakit kelenjar saliva.2
Tabel 1 . penyebab dry mouth1
Penyebab dry mouth
Iatrogenic
Penyakit
Obat-obatan
Iradiasi
Graft versus host disease
Dehidrasi
Psikogenik
Penyakit glandula saliva
Sjögren’s syndrome
Sarcoidosis
Aplasia saliva
sumber : Scully, C., Felix, DH. Oral medicine : update for dental practitioners.


Patofisiologi
Saliva diproduksi oleh kelenjar parotid, submandibular, dan sublingual, dan beberapa kelenjar saliva minor. Produksi saliva harian diperkirakan kurang lebih satu liter per hari, dan laju aliran berfluktuasi. Kelenjar saliva diinervasi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis. Stimulasi parasimpatis menginduksi sekresi yang lebih berair, sedangkan stimulasi simpatis menyebabkan sekresi menjadi lebih viscous. Oleh karena itu, sensasi kekeringan dapat terjadi, sebagai contoh, selama periode stress maupun anxietas akut, yang dapat menyebabkan perubahan dalam komposisi saliva akibat stmulasi predominan syaraf simpatis. Gejala kurangnya saliva dapat menimbulkan dehidrasi mukosa oral, yang terjadi ketika sekresi saliva dari kelenjar mayor dan minor menurun dan lapisan saliva yang melindungi mukosa menjadi berkurang.3

Medikasi (pengobatan).
Penyebab gangguan salivasi yang paling umum adalah penggunaan obat-obatan baik yang diresepkan maupun tidak diresepkan. Sebagai contoh, Sreebny dan Schwartz melaporkan bahwa 80% obat-obatan yang paling sering diresepkan menjadi penyebab xerostomia, dengan lebih dari 400 obat-obatan berhubungan dengan disfungsi kelenjar saliva sebagai efek sampingnya. Obat-obatan dengan efek antikolinergik merupakan golongan yang paling sering menyebabkan dry mouth dan berkurangnya produksi saliva. Selain itu, obat-obatan yang menghambat neurotransmitter untuk berikatan dengan reseptor membran kelenjar saliva, atau yang menghambat jalur transpor  ion pada sel, mungkin dapat mengubah kualitas dan kuantitas produksi saliva. Jenis obat yang termasuk dalam kategori ini antara lain antidepressan trisiklik, sedatif dan tranquilizer, antihistamin, antihipertensi (α blocker dan b blocker, diuretik, calcium channel blocker, inhibitor enzim konversi angiotensin), agen sitotoksik, dan agen anti-Parkinsonism dan obat anti-seizure.2


Agen kemoterapeutik juga sering dihubungkan dengan gangguan salivasi. Setelah melalui tahap terapi, sebagian besar pasien mengalami pemulihan fungsi salivasi hingga ke level pra kemoterapi.2


Tabel 2. Obat-obatan yang berhubungan dengan dry mouth1
Obat-obatan yang berhubungan dengan dry mouth
Obat-obatan yang secara langsung merusak kelenjar saliva
Obat-obatan dengan aktivitas antikolinergik
Obat-obatan yang beraksi terhadap sistem simpatis
Obat-obatan yang mempengaruhi cairan tubuh
Obat-obatan sitotoksik
Agen antikolinergik seperti atropine, atropinik, dan hyosin
Agen antirefluks, contohnya inhibitor pompa-proton ( misalnya omeprazole)
Agen psikoaktif dengan aktivitas antikolinergik misalnya :
Antidepresan, termasuk trisiklik (mis:amitriptyline, nortriptyline, clomipraline, dan dothiepin [dosulepin]), serotonin selektif inhibitor re -uptake (eg fluoxetine), lithium, dll.
Phenothiazines
Benzodiazepines
Opioids
Antihistamines
Bupropion
Obat-obatan dengan aktivitas simpatomimetik mis: efedrin.
Antihipertensi; alpha 1 antagonists (mis: terazosin dan
prazosin) dan alpha 2 agonists (mis: clonidine) yang dapat menurunkan aliran saliva. Beta blocker (mis: atenolol, propanolol) yang dapat mengubah level protein saliva.
Diuretik
sumber : Scully, C., Felix, DH. Oral medicine : update for dental practitioners.


Terapi radiasi
Suatu bentuk terapi yang umum untuk kanker leher dan kepala yaitu radiasi eksternal, yang dapat menyebabkan hipofungsi salivasi permanen dan parah dan menjadi keluhan xerostomia yang persisten. Kerusakan sel-sel salivasi penghasil serous akibat induksi radiasi terjadi melalui proses yang disebut “apoptosis”. Dalam waktu satu minggu setelah permulaan radiasi, produksi saliva seorang pasien mengalami penurunan 60 hingga 90 persen tanpa adanya pemulihan yang terjadi, meskupun dosis total terhadap kelenjar saliva lebih kecil dari 25 Gy. Sebagian besar pasien menerima terapi yang melebihi 60 Gy,  kelenjar salivanya mengalami atropi dan menjadi fibrotik. Pasien-pasien tersebut telah mengalami efek samping oral dan faringeal sebagai akibat disfungsi salivasi.2


Sjögren Syndrome (SS)
SS merupakan satu dari sekian banyak gangguan jaringan-penyambung kronis autoimun, dan merupakan kondisi sistemik paling umum yang berhubungan dengan xerostomia dan disfungsi salivasi. SS terjadi dalam dua bentuk, primer dan sekunder. Pasien dengan SS primer melibatkan kelenjar saliva dan lakrimalis, dan berhubungan dengan penurunan produksi salivasi dan airmata. Pada SS sekunder, gangguan terjadi bersamaan dengan penyakit autoimun, seperti arthritis rheumatoid, lupus sistemik eritematous, scleroderma, polimyositis, dan poliarthritis nodosa.2


Patogenesis SS masih belum jelas. Agen lingkungan sekitar (contohnya virus) dapat menjadi pemicunya. Faktor hormonal mungkin berperan dalam pathogenesis, karena SS terjadi predominan pada wanita. SS kemungkinan memiliki komponen genetik, karena autoantibodi SS ( misalnya antibodi A anti Rö/ Sjögren Syndrome) yang lebih tinggi pada pasien yang salah satu anggota keluarganya mengalami penyakit ini.2


Sebagai tambahan, berkurangnya produksi air mata mengakibatkan ulserasi pada permukaan okuler yang disebut “keratokonjungtivitis sicca”. Keadaan sistemik lain yang dapat ditemukan antara lain sinovitis, neuropati, vaskulitis dan gangguan kulit, kelenjar tiroid, sistem urogenital dan sistem respirasi serta traktus gastrointestinal.2


Evaluasi Dry mouth
Perasaan yang subjektif untuk mulut yang kering disebut dengan istilah xerostomia. Xerostomia merupakan suatu gejala, bukan diagnosa ataupun penyakit. Hal yang penting untuk diketahui yaitu bahwa pasien yang mengeluhkan dry mouth tidak serta merta dikatakan mengalami disfungsi salivasi. Keringnya rongga mulut merupakan akibat dari disfungsi salivasi yang paling umum, dan mungkin disebabkan oleh hal lain. Perlu dilakukan pemeriksaan objektif secara cermat untuk mengidentifikasi penyebabnya.4


Pendekatan yang optimal untuk mendiagnosa yaitu dengan rangkaian terencana, di mana tahap pertama yaitu mengetahui penyebab timbulnya keluhan, kemudian menentukan tingkat hipofungsi kelenjar saliva, dan dilanjutkan dengan menetapkan dan melakukan perawatan yang tepat. Teknik yang lebih lanjut untuk menentukan diagnosa antara lain radiografi kelenjar saliva, biopsi, dan pemeriksaan laboratorium klinis.4

Keadaan klinis
Saliva penting bagi pemeliharaan kesehatan orofaringeal, dan memiliki banyak fungsi bagi oral dan gastrointestinal. Saliva berperan dalam proses penelanan, oral cleansing, bicara, pencernaan, dan pengecapan. Ketika terjadi xerostomia dan hipofungsi salivasi , maka gangguan oral dan ekstraoral dapat berkembang.2


Pasien dengan hipofungsi salivasi mengalami banyak gejala oral. Xerostomia di malam hari merupakan hal yang umum pada pasien ini, karena produksi saliva mencapai titik terendah level circadian (harian) pada saat tidur, dan masalah ini dapat diperparah oleh kebiasaan bernafas melalui mulut. Pengecapan dapat terganggu, karena saliva merupakan stimulator reseptor gustatorius yang terdapat pada taste buds dan membawa partikel-partikel secara langsung ke taste buds. Pasien dengan xerostomia kronis sekunder akibat SS, radioterapi kepala dan leher dan kondisi lainnya mengalami penurunan kemampuan untuk mengenali dan mendeteksi berbagai stimuli gustatorius.2


Saliva juga dibutuhkan dalam mempersiapkan makanan untuk proses pencernaan dan penelanan. Pasien dengan aliran saliva rendah memiliki kesulitan dalam mastikasi dan penelanan, khususnya makanan kering, dan membutuhkan cairan untuk menelan makanan. Masalah ini dapat menyebabkan perubahan jenis makanan yang berakibat pada status nutrisi. 3


Kurangnya saliva dan lubrikasi pada permukaan antara gigi tiruan dan mukosa dapat menyebabkan denture sores, dan retensi protesa dapat menurun ketika lapisan tipis saliva tidak adekuat. Dilaporkan terjadi keluhan subjektif halitosis, stomatodynia (burning mouth and tongue), dan intoleransi terhadap makanan asam dan pedas. Permukaan mukosa oral ( antara lain lidah, mukosa bukal, dasar mulut, palatum, farings bagian posterior) menjadi kering. Kesulitan berbicara dan makan yang berkembang kemudian dapat menjadi penyebab ketidakseimbangan interaksi sosial dan dapat menyebabkan beberapa pasien menghindari hubungan sosial.2


Pasien dengan hipofungsi salivasi lebih rentan mengalami perkembangan candidiasis mucosal, yang dapat terlihat pseudomembran, eritema pada jaringan dan sensasi rasa terbakar pada lidah dan jaringan lunak intra oral lainnya. Stomatitis- yang berhubungan dengan jamur biasanya didiagnosa pada dasar temuan klinis, walaupun pemeriksaan mikroskopik dapat memperjelas diagnosa klinis melalui observasi miselium atau pseudohifa pada apusan langsung.2


Gambar 1. Pseudomembraneous candidiasis akibat hipofungsi kelenjar saliva dan xerostomia
Suatu infeksi yang juga sering terjadi yaitu karies gigi baik primer maupun sekunder (rekuren). Kondisi ini khususnya terjadi pada sebagian besar pasien lansia, di mana beberapa dari pasien tersebut masih memiliki gigi asli, dan jumlah permukaan gigi yang telah direstorasi yang cukup banyak, dan resesi gingival yang menyebabkan karies akar. Tanpa saliva yang cukup untuk mengembalikan pH normal dan mengendalikan populasi bakteri, maka rongga mulut mengalami kolonisasi secara cepat oleh mikroorganisme- yang berhubungan dengan karies.2,3


Gambar 2. Akumulasi plak dan kalkukus akibat hipofungsi kelenjar saliva dan xerostomia
Gambar 3. Karies, termasuk karies rekuren pada pasien yang telah menjalani terapi radiasi kepala dan leher. Pasien mengalami kehilangan fungsi salivasi dan xerostomia permanen


Pembesaran kelenjar saliva yang nampak dan teraba jika kelenjar saliva mengalami infeksi atau sumbatan, seperti pada parotitis bacterial dan mumps. Pasien dengan SS dapat mengalami perkembangan pembesaran kelenjar saliva, dengan atau tanpa disertai infeksi lainnya. Suatu pembengkakan kelenjar parotid dapat meluas ke inferior di sepanjang angulus mandibula, di mana pemebsaran kelenjar submandibula teraba medial dari batas posteroinferior mandibula.2

Perawatan pasien dengan xerostomia
Langkah pertama perawatan pasien xerostomia ialah menegakkan diagnosa, mengingat pasien lansia biasanya  memiliki masalah kesehatan yang kompleks dan komplikasi farmaseutikal. Langkah kedua yaitu menjadwalkan pemeriksaan dental rutin untuk mengevaluasi komplikasi lainnya akibat saliva yang kurang. Diet rendah gula dan penggunaan fluoride topikal harian serta obat kumur antimikroba sangat penting untuk membantu mencegah karies. Permukaan mukosa yang kering dan disfagia ditangani dengan pelumas dan pelembab oral, saliva artifisial, dan penggunaan pengatur kelembapan di malam hari (nighttime bedside humidifier).2


Perawatan yang dapat dilakukan untuk pasien dry mouth digolongkan menjadi empat kategori yaitu (1) terapi preventif. (2) perawatan simptomatik, (3) stimulasi lokal dan topikal, (4) stimulasi saliva sistemik. Perawatan yang efektif terhadap gangguan sistemik yang berhubungan dengan disfungsi kelenjar saliva dapat membantu mengatasi keluhan dry mouth.4


Terapi preventif. Penggunaan fluoride topikal pada pasien yang mengalami gangguan hipofungsi kelenjar saliva sangat diperlukan untuk mengontrol karies. Terdapat berbagai jenis terapi fluoride (antara lain over-thecounter fluoride rinses, brush-on forms, fluoride konsentrasi tinggi yang diaplikasikan dengan sikat atau alat khusus). Frekuensi pemakaian (harian hingga mingguan) harus dimodifikasi, tergantung dari tingkat keparahan disfungsi salivasi dan laju perkembangan karies. Pasien dengan dry mouth kadang mengalami peningkatan infeksi oral, khususnya candidiasis. Dapat berupa eritematous, dan pasien mungkin mengeluhkan sensasi rasa terbakar pada lidah dan jaringan intraoral lainnya. Diperlukan terapi antijamur yang tepat untuk menanganinya. Pasien dengan disfungsi salivasi membutuhkan perawatan jangka panjang dan re-treatment untuk mengatasi infeksi jamur. 4


Perawatan simptomatik . Terdapat berbagai macam perawatan simptomatik yang dapat dilakukan. Air merupakan hal paling penting. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi air yang cukup; hal ini dapat membantu menjaga kelembapan rongga mulut, menghidrasi mukosa, dan membersihkan debris. 4


Stimulasi salivasi. Stimulasi lokal maupun topikal. Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk menstimulasi aliran saliva. Mengunyah dapat menstimulasi aliran saliva secara efektif, sama halnya dengan penggunaan rasa manis dan asam. Kombinasi pengunyahan dan pengecapan, dapat mengatasi gejala yang timbul pada pasien yang masih memiliki fungsi salivasi dengan sangat efektif. Pasien dry mouth harus diinstruksikan untuk menghindari produk dengan kandungan gula, karena dapat meningkatkan resiko karies. Stimulasi elektrik juga telah digunakan sebagai terapi hipofungsi salivasi, akan tetapi belum diteliti secara lebih mendalam.4


Stimulasi sistemik. Penggunaan secretogogues sistemik untuk stimulasi salivasi telah diteliti, dengan hasil yang bervariasi. Lebih dari 24 agen telah diajukan sebagai stimulant alira saliva secara sistemik. Empat di antaranya telah diuji secara klinis; antara lain bromhexine, anetholetrithione, pilocarpine hydrochloride, dan cevimeline HCl.4


Teknik stimulasi sangat membantu untuk pasien dengan jaringan kelenjar saliva yang masih mampu berfungsi dengan baik. Permen karet bebas-gula dan mints dapat menstimulasi pengeluaran saliva. FDA telah merekomendasikan dua secretagogeus, yaitu pilocarpine dan cevimeline, untuk perawatan xerostomia dan hipofungsi saliva. Pilocarpine adalah agonis muskarinik non selektif, sedangkan cevimeline dilaporkan memiliki afinitas yang tinggi untuk subtipe reseptor muskarinik M1 dan M3. Karena reseptor M2 dan M4 terletak di jantung dan paru-paru, perawatan cevimeline secara teori , seharusnya meningkatkan sekresi saliva dan meniadakan efek samping pada fungsi jantung dan pulmoner.2


Candidiasis merupakan komplikasi dry mouth yang sering  muncul dan paling umum ditangani menggunakan agen antijamur topikal. Obat kumur, salep, pastiles, dan obat hisap efektif untuk sebagian besar bentuk candidiasis oral , dan terapi anti jamur sistemik ( contohnya ketoconazole, fluconazole) harus dilakukan untuk penyakit yang sulit disembuhkan dan pada pasien dengan kekebalan tubuh inadekuat. Gigi tiruan dapat menjadi pusat infeksi jamur dan oleh karena itu membutuhkan pembersihan satu sampai dua kali sehari dengan larutan yang mengandung asam benzoate, chlorhexidine 0,12 %, atau natrium hipoklorit 1%.2


Subtitusi obat juga dapat membantu mengurangi efek samping pengobatan yang menyebabkan xerostomia, jika terdapat obat yang serupa dan memiliki efek samping terhadap xerostomia yang lebih rendah. Sebagai contoh, Scully melaporkan bahwa serotonin selektif lebih sedikit menyebabkan xerostomia jika dibandingkan dengan penggunaan antidepressan trisiklik.2


Jika pasien lansia dapat memperoleh pengobatan antikolinergik di siang hari, maka xerostomia di malam hari (nocturnal xerostomia) dapat dikurangi, karena sekresi saliva paling rendah saat malam hari. 2


Cara  menangani dry mouth 1
         1.         
Minum air yang cukup, dan minuman non-gula lainnya. Berkumur dengan air setelah makan.
         2.         Melakukan terapi penggantian saliva dengan bahan substitusi, misalnya Artificial Saliva, (Glandosane, Luborant, Biotene Oralbalance, AS Saliva Orthana, Salivace, Saliveze). Alcohol-free mouthrinses (BioXtra and Biotène), or moisturising gels (Oralbalance, BioXtra).
         3.         Stimulasi saliva dengan :
-        permen karet bebas-gula (misalnya EnDeKay, Orbit, Biotène dry mouth gum atau BioXtra chewing gum)
-        Salivix atau SST
-        obat-obatan yang menstimulasi saliva ( misalnya pilocarpine [Salagen]) jika direkomendasikan oleh spesialis.
     
    4.         Selalu mengkonsumsi minuman non-alkohol dan hindari makanan kering atau keras dan renyah seperti biskuit, atau celupkan dalam air. Gigit sedikit demi sedikit dan makan dengan perlahan. Konsumsi makanan yang lunak, atau yang dingin dengan kandungan air yang tinggi. Makanan yang ditambahkan saus, krim, minyak, margarine, mayonnaise, atau yoghurt. Hindari makanan pedas.
         5.         Hindari apapun yang dapat memperparah dry mouth, misalnya :
-        Obat-obatan
-        Alkohol
-        Merokok
-        Kafein
-        Bernafas melalui mulut.
         6.        
Mencegah karies dengan cara menghindari makanan dan minuman bergula, menggunakan obat kumur dan rajin menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride, serta memeriksakan gigi ke dokter gigi secara rutin.
         7.         Perlindungan melawan trush, masalah gusi, dan halitosis dengan cara :
-        Menjaga mulut tetap bersih
-        Menjaga kelembapan dalam rongga mulut
-        Berkumur dua kali sehari dengan chlorhexidine ( mis: Chlorohex, Corsodyl, Eludril) or triclosan (eg Plax)
-        Menyikat dan membersihkan lidah.
-        Melepaskan gigi tiruan di malam hari
-        Desinfeksi gigi tiruan dengan larutan hipoklorit
-        Menggunakan antijamur jika direkomendasikan oleh spesialis
         8.         Menjaga kelembaban bibir dengan salep atau petroleum jelly
         9.         Menghindari lingkungan yang panas dan kering.


Kesimpulan


Saliva berperan penting bagi kesehatan rongga mulut. Fungsi saliva yang penting dan sangat jelas yaitu saat makan, untuk mengecap dan menjadi pelumas bagi makanan dan melindungi mukosa dan gigi. Berkurang ataupun hilangnya saliva dapat menyebabkan kelainan yang signifikan dan reduksi persepsi pasien terhadap kualitas hidup. Kandungan utama saliva adalah air, protein, dan elektrolit.


Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari dry mouth yang dapat diakibatkan oleh menurunnya produksi saliva.


Keluhan dry mouth dan berkurangnya sekresi saliva (hipofungsi salivasi) merupakan hal yang umum pada pasien lansia sebagai akibat dari gangguan kelenjar saliva, penggunaan obat-obatan, dan gangguan kesehatan. Masalah dry mouth secara klinis memiliki pengaruh signifikan yang merusak orofaringeal. Seorang dokter harus mampu mendiagnosa gangguan dry mouth pada pasien lansia dan melakukan perawatan preventif dan intervensional yang tepat untuk mengurangi pengaruh akibat gangguan ini terhadap kualitas hidup pasien lansia.











DAFTAR PUSTAKA
          1.         Jurnal Kedokteran Gigi . Scully, C., Felix, DH. Oral medicine : update for dental practitioners. [internet]. Available at : URL : http://www.bdj.org . accessed on 19 September 2010. accessed on 19 September 2010.
         2.         Jurnal Kedokteran Gigi : Dry mouth and it’s effects on the oral health of elderly people [internet]. Available at : URL : http://www.jada.org . accessed on 19 September 2010.
          3.         Jurnal Kedokteran Gigi : Xerostomia, etiology, recognition, and treatment [internet]. Available at : URL : http://www.jada.org . accessed on 19 September 2010.
         4.         Greenberg, Martin S., Glick, Michael. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment, 10th ed. Hamilton: BC Decker, 2003. p. 235-6, 259-60.


















DAFTAR ISTILAH PENTING
Dry mouth        : suatu perasaan subjektif di mana pasien mengeluhkan keadaan rongga mulut yang kering.
Xerostomia      : suatu kondisi di mana terjadi aliran saliva yang menurun bahkan tidak ada sehingga rongga mulut menjadi kering. Xerostomia merupakan suatu gejala, bukan diagnosa ataupun penyakit.
Lansia              : lanjut usia yaitu suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan  atau penurunan fungsi tubuh.
Disfungsi          :  suatu keadaan di mana fungsi tidak terjadi, disebabkan oleh suatu gangguan, kerusakan, maupun intervensi.
Hipofungsi       : suatu keadaan di mana fungsi menurun atau sangat rendah.
Iatrogenik        : suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya perawatan medis sebelumnya, yang memiliki akibat sampingan.
Medikasi          : perawatan dengan pemberian obat-obatan, baik secara lokal maupun sistemik. Dapat berupa per oral, parenteral, dihirup, dan lain-lain.
Serous              : saliva yang konsistensinya lebih encer.
Mukous            : saliva yang konsistensinya lebih kental.
Karies              : suatu penyakit pada jaringan keras gigi dengan dekalsifikasi struktur mineral dan disintegrasi dari organ matriks enamel dentin.
Candidiasis      : suatu kondisi patologis di mana terjadi pertumbuhan yang berlebihan dari C.albicans yang merupakan flora normal rongga mulut.

Sjögren Syndrome (SS)        : satu dari sekian banyak gangguan jaringan-penyambung kronis autoimun, dan merupakan kondisi sistemik paling umum yang berhubungan dengan xerostomia dan disfungsi salivasi.
Saliva replacement                 :  suatu bentuk terapi untuk mengatasi xerostomia dengan cara memberikan bahan pengganti saliva.

infeksi dan administrasi antibiotika dalam bidang kedokteran gigi ; part 2

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
UNTUK INFEKSI ORAL DAN MAKSILOFASIAL


Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. 4
Istilah “antibiotik” berasal dari bahasa Yunani “anti” (melawan) dan “bio” (kehidupan). Antibiotik merupakan obat-obatan yang mampu menghambat reproduksi bakteri atau membunuh bakteri. Golongan antibiotik yang membunuh  bakteri disebut bakterisida dan golongan yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik. 11
Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, ketika penicillin menjadi obat manjur pertama , banyak sekali kehidupan telah diselamatkan dari berbagai bencana seperti Pneumococcal pneumonia, luka sepsis, dan bakteremia. Dokter gigi memanfaatkan dengan baik hasil dari penemuan penicillin, sebab banyak infeksi odontogenik disebabkan oleh organisme yang sensitif terhadap penicillin. 4
Untuk menangani infeksi oral dan maksilofasial, dokter gigi menggunakan antibiotika sebagai pilihan utama. Saat diputuskan untuk menggunakan antibiotika sebagai bentuk penanganan terhadap infeksi, maka antibiotika yang digunakan harus diseleksi secara tepat. Dalam penggunaannya, antibiotika memiliki berbagai ketentuan dan metode administrasi yang harus dilaksanakan dengan benar.

III.1  Mekanisme Kerja Antibiotika
            Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. 2
Toksisitas selektif dapat berupa fungsi dari suatu reseptor khusus yang dibutuhkan untuk perlekatan obat, atau dapat bergantung pada penghambatan proses biokimia yang penting untuk parasit tetapi tidak untuk inang. 2
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik; dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. 2
Yang termasuk bakteriostatik di sini misalnya sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetoprim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. Obat-obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, yang secara aktif membasmi kuman meliputi misalnya penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain. 12
Sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Misalnya, penicillin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram-positif , sedangkan bakteri gram-negatif pada umumnya tidak peka (resisten) terhadap penisilin G; streptomisin memiliki sifat yang sebaliknya; tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram-positif maupun bakteri gram-negatif, dan juga terhadap Rickettsia dan Chlamydia. Berdasarkan perbedaan sifat ini, antimikroba dibagi menjadi dua kelompok yaitu berspektrum sempit ( misalnya benzyl penisilin dan streptomisin) dan berspektrum luas (umpamanya tetrasiklin dan kloramfenikol). 2
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi ke dalam empat kelompok yaitu : 2, 12
(1) yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk di sini adalah basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain.
(2) yang menghambat fungsi membran sel atau mekanisme transport aktif sel mikroba.Yang termasuk di sini adalah amfoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan polimiksin
(3)  yang menghambat sintesis protein sel mikroba, yaitu hambatan translasi dan transkripsi bahan genetik. Contohnya kloramfenikol, eritromisin (makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan aminogliosida
(4) yang menghambat sintesis atau yang merusak asam nukleat mikroba, contohnya yakni asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, rifampisin, sulfanomida dan trimetoprim

III.2  Antibiotika yang Biasa Digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi
            Penggunaan antibiotika oleh dokter gigi dibagi menjadi beberapa kelompok khusus. Akibatnya, peresepan antibiotika menjadi sesuatu yang empiris. Seorang dokter harus mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi, karena kultur pus atau eksudat tidak umum dilakukan.
Banyak mikroorganisme yang dapat diisolasi dari rongga mulut, walaupun tidak semuanya termasuk patogen potensial, daftar bakteri yang berhubungan dengan infeksi oral masih banyak (cocci, bacilli, organisme gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob). Untuk menangani infeksi tersebut, digunakan antibiotik dengan jenis yang terbatas- biasanya dua sampai tiga jenis antibiotik. 13
Terdapat beberapa jenis klasifikasi antibiotika, ada yang berdasarkan spektrum bakteri (luas dan sempit) atau rute administrasi (suntikan, oral, dan topikal), atau tipe aktivitas (bakterisida dan bakteriostatik). Yang paling efektif digunakan yaitu klasifikasi berdasarkan struktur kimianya. Antibiotika yang memiliki kemiripan struktur akan memiliki pola efektivitas, toksisitas, dan potensi alergi yang juga mirip. 11
III.2.1  Penicillin
            Golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel. Antibiotika penisilin mempunyai ciri khas secara kimiawi adanya nukleus asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Spektrum kuman terutama untuk kuman koki Gram positif. Beberapa golongan penisilin ini juga aktif terhadap kuman Gram negatif. 12
Gambar  3.  Struktur inti penicillin
(sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Penicillin-core.png)
Penicillin adalah salah satu jenis antibiotik b-Lactam yang memiliki spektrum yang berbeda-beda. Pada regio maksilofasial didominasi oleh flora aerob dan anaerob sehingga hanya beberapa jenis penicillin yang bermanfaat, antara lain penicillin natural, aminopenicillin, dan penicillin-resistant yaitu oxacillin dan methicillin. Kelompok utama penicillin disebut penicillin berspektrum luas dan termasuk di antaranya ialah ticarcillin, mezlocillin, dan piperacillin. Spektrum obat ini meluas hingga dapat digunakan untuk Pseudomonas aeroginosa, tapi yang efektifitasnya terbatas untuk bakteri aerob rongga mulut. 4
Meskipun penicillin didistribusi secara keseluruhan setelah dikonsumsi, tapi penicillin tidak mampu masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSF) dengan baik. Konsentrasi dalam CSF umumnya kurang dari 1% nilai serum. Bila ada inflamasi, konsentrasi hanya dapat meningkat 5%. Kontra indikasi utama pengggunaan penicillin perawatan terhadap bakteri yang rentan adalah hipersensivitas. Insiden alergi terhadap penicillin sekitar 1% dari jumlah populasi. Pada banyak kasus hipersensivitas terbatas pada reaksi dermatologis (kulit) yaitu 2% hingga 3% dan respon anafilaktik terhadap penicillin adalah kasus yang tidak biasa atau tidak umum dan terjadi sekitar 0,004%  hingga 0,015% dari pasien. Cephalosporin dan antibiotik b-Lactam lainnya dapat digunakan secara aman pada pasien yang alergi terhadap penicillin, meskipun reaktivitas silang dapat terjadi kurang lebih 10%. Ketentuan pemberian antibiotik b-Lactams pada pasien yang memiliki riwayat anafilaktik atau reaksi serius lainnya akibat penggunaan obat antibiotik jenis ini. 4
Terdapat empat jenis penicillin, antara lain : 11
-          Penicillin alami yang berdasarkan struktur asli penicillin-G. jenis penicillin-G efektif melawan bakteri gram-positif strain streptococci, staphylococci, dan beberapa bakteri gram-negatif seperti meningococcus.
-          Penicillin resisten-penicillinase merupakan jenis yang aktif walaupun terdapat enzim bakteri yang dapat menginaktivasi sebagian besar penicillin alami.
-          Penicillin spektrum luas yang efektif melawan bakteri dengan spektrum yang lebih luas.
-           Aminopenicillin, contohnya ampicillin dan amoxicillin yang memiliki spektrum aksi yang lebih luas jika dibandingkan dengan penicillin alami.
Jenis penicillin alami yang utama adalah penicillin G dan penicillin V. Penicillin G adalah garam yang terdiri dari sodium atau potassium. Garam K+ mengandung 1,7 mEg  potassium per unit. Karena bersifat garam labil, maka pemberian penicillin G biasanya dengan cara parenteral. Dosis orang dewasa adalah 2 hingga 5 juta unit dengan pemberian secara intramuskular. Procain penicillin G adalah formulasi penicillin yang memiliki masa kerja yang lama dan digunakan untuk mencapai level dalam serum selama 8 hingga 12 jam. Dalam level tersebut, obat tetap efektif untuk satu hingga dua hari bila diberikan secara intramuskular. Penicillin G benzathine menghasilkan durasi yang lebih panjang dalam level serum dan obat masih dapat dideteksi dalam serum selama 1 minggu hingga 3 minggu. Penicillin V adalah garam stabil dan diberikan secara oral. Dosis dewasa adalah 500 mg dengan empat kali pemakaian dalam sehari. Level puncak penicillin V diperoleh dalam waktu 30 sampai 45 menit dengan rata-rata obat yang hilang dalam serum adalah 6 jam setelah pemberian. Spectrum penicillin alami adalah bakteri gram positif aerob dan anaerob. Jenis bakteri yang paling resisten terhadap penicillin adalah Staphylococcus aureus , Bacteroides fragilis, dan Haemophilus influenza. 4
            Apabila penyebab infeksi pada wajah atau rongga mulut adalah bakteri gram negatif maka penggunaan ampicillin dan amoxicillin dapat diandalkan. Ampicillin kurang diabsorpsi dalam traktus gastrointestinal dan oleh karena itu cara pemberiannya dianjurkan secara parenteral. Sebaliknya , pada amoxicillin, diabsorpsi dengan baik pada rute enteral. Kedua jenis obat ini sangat rentan terhadap b-Lactamase. Amoxicillin dan ampicillin tersedia dalam formulasi yang mengandung inhibitor b-Lactamase yaitu dengan menggunakan sulbactam (untuk ampicillin = Unasyn) dan asam clavulanat (untuk amoxicillin = Augmentin), untuk mengatasi b-Lactamase, sehingga obat ini mampu mengatasi jenis bakteri seperti Streptococcus aureus dan H.influensa. 4
            Meskipun terdapat jenis penicillin berspktrum luas seperti mezlocillin (mezlin), nafcillin (nafcil), piperacillin (pipracil), dan ticarcillin (timentin), namun obat ini tidak efektif melawan organisme gram positif dan gram negatif. Manfaat obat ini terbatas untuk infeksi leher dan daerah kepala. 4

III.2.2  Cephalosporin
Gambar 4. Struktur inti cephalosporin
            Cephalosporin adalah jenis antibiotik yang penting lainnya dari b-Lactam. Keunggulan obat ini adalah tidak terlalu rentan terhadap b-Lactamase dibandingkan dengan penicillin alami. Sama seperti penicillin, generasi pertama cephalosporin dan generasi kedua atau generasi berikutnya jauh lebih baik. Oleh karena itu cephalosporin memiliki kekuatan yang luas dalam melawan flora rongga mulut. 4
Secara umum aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram  negatif, tetapi spektrum anti bakteri dari masing-masing antibiotika sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni : 12
-        Generasi pertama yang paling aktif terhadap bakteri Gram positif secara in vitro. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap bakteri Gram negatif.
-        Generasi kedua agak kurang aktif terhadap bakteri Gram positif tetapi lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor.
-        Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap bakteri Gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang pseudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotika sefamisin), sefotaksim dan moksalatam.
Hal tersebut juga berlaku untuk bakteri anaerob yaitu generasi pertama memiliki kekuatan yang lebih baik untuk melawan bakteri anaerob. Sesuai dengan peningkatan generasi, resistensi terhadap b-Lactamase meningkat. Penghambat aktivitas B. fragilis pada generasi kedua sangat bermanfaat untuk infeksi kepala dan leher yang disebabkan oleh bakteri tersebut. 4
            Sediaan cephalosporin seharusnya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri berat atau tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan selain karena harganya yang mahal , potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tertentu seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perlu diingat bahwa cephalosporin generasi pertama dan kedua bukan merupakan obat terpilih untuk kebanyakan infeksi karena tersedia obat lain yang efektivitasnya sama dan harganya lebih murah. Cephalosporin mensensitisasi dan dapat menimbulkan berbagai reaksi hipersensitivitas yang identik dengan reaksi-reaksi pada golongan penicillin, termasuk anafilaksis, demam, ruam  kulit, nefritis, granulositopenia, dan anemia hemolitik. 14, 15
            Cephalosporin generasi pertama yang biasa digunakan untuk pencegahan dan pada kasus infeksi maksilofasial adalah cephalexin (ceflex) dan cephradine (cefacyl) untuk penggunaan secara oral, cefazolin (ancef, kersol) untuk pemberian secara parenteral. Generasi kedua sangat bermanfaat untuk sinusitis, namun secara klinis menunjukkan tidak ada perbedaan dengan generasi pertama. Generasi terbaru yaitu generasi ketiga tersedia dalam bentuk oral seperti cefditorin (spectracef) yang cukup efektif untuk infeksi yang parah pada sinus dan kulit. 4
          Cephalosporin secara umum menyebabkan beberapa efek samping. Efek samping yang umum sehubungan dengan obat ini antara lain : diare, nausea, nyeri perut ringan, maupun gangguan lainnya. Kurang lebih 10% pasien dnegan alergi hipersensitif terhadap penicillin memiliki reaktifitas-silang terhadap cephalosporin. Oleh sebab itu, antibiotika cephalosporin dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat reaksi alergi penicillin maupun cephalosporin (urtikaria, anafilaktik, nefritis interstisial, dan lain-lain). 11
III.2.3  Monobactams
Monobactam adalah salah satu jenis antibiotik b-Lactam yang memiliki sifat bakterisid yang sama dengan jenis lainnya. Hanya terdapat satu  monobactam yang tersedia yaitu aztreonam (azactam) yang disetujui penggunaannya di Amerika. Sama halnya dengan monobactam lainnya, aztreonam tidak memiliki aktifitas yang melawan organisme gram positif. Sehingga penggunaanya terbatas dalam mengatasi infeksi kepala dan leher. 4
Aztreonam tidak memiliki reaksi silang terhadap antibiotik b-Lactam lainnya dan insiden terjadinya toksisitas sangat rendah. Dosis umumnya adalah 1 sampai 2 gram setiap 8 jam. 4
Gambar 5. Struktur inti Monobactam

III.2.4  Carbanepems
            Kelompok antibiotik b-Lactam lainnya adalah carbanepems. Agen ini memiliki fungsi yang sama dengan antibiotik lainnya yaitu membentuk ikatan dengan penicillin – dinding protein dan menghambat protein dinding sel. Aktivitas spektrumnya sangat luas, hal ini disebabkan oleh stabilitasnya terhadap b-lactamase. Carbanepems juga digunakan untuk infeksi P. aeruginosa yang resisten terhadap antibiotik lainnya. Contoh carbanepems yang tersedia di Amerika Serikat yaitu imipenem dan meropenem. Kedua obat ini tidak diabsorpsi dalam rute enteral sehingga pemberiannya secara parenteral. 4
Gambar  6  .Struktur inti Carbanepems
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:carbanepem-core.png)
Imipenem  bersifat toksik dan tidak diaktifkan oleh ginjal. Namun bila obat ini dikombinasikan dengan cilastatin, yaitu inhibitor dari dehidropeptidase, maka sifat nefrotoksisitas dan  inaktivasi dari ginjal dapat dihambat. Kombinasi imipenem- cilastatin 1:1 dapat digunakan jika obat antibiotik berspektrum sempit tidak efektif, atau tidak dapat digunakan. Dosis yang umum digunakan adalah 0,5 sampai 1 gram setiap 6 sampai 8 jam. Meropenem adalah carbanepem jenis lain yang digunakan dengan dosis 0,5 sampai 1 gram setiap 8 jam. 4
            Carbanepems aktif terhadap berbagai strain pneumokokkus yang sangat resisten terhadap penisilin. Carbanepems merupakan antibiotik b-Lactam pilihan untuk terapi infeksi-infeksi enterobacter, karena kekebalannya terhadap penghancuran oleh b-Lactamase yang diproduksi oleh organisme-organisme ini. 14
            Efek-efek yang tidak diinginkan paling umum dari iminepem  adalah mual, muntah, diare, ruam  kulit, dan reaksi pada tempat penyuntikan. Kadar yang berlebihan pada pasien-pasien dengan gagal ginjal dapat mengakibatkan seizure.14

III.2.5  Tetracycline
            Merupakan antibiotika spektrum  luas bersifat bakteriostatik untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae, termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin. 12
 
Gambar 7. Struktur inti tetracycline
Tetracycline bekerja sebagai antibakteri yang adekuat, tetapi memperlihatkan resistensi yang cepat sehingga penggunaannya dibatasi. Fungsi obat-obatan ini mengikat secara reversibel pada 30S sub unit ribosomal yang menghambat peningkatan aminoacyl-transfer ribonucleic acid, kemudian menghambat sintesis protein bakteri. Walaupun tetracycline digunakan secara klinis, yang lainnya untuk pencegahan osteitis sicca (dry socket) dan penanganan penyakit periodontal, obat-obatan ini jarang digunakan untuk infeksi regio maksilofasial. 4
            Efek samping dari tetracycline termasuk gangguan gastrointestinal. diskolorisasi tulang dan gigi, dan gangguan pertumbuhan gigi. Efek-efek kontraindikasi pada pasien yang hamil dan pada anak-anak. Tetracycline seharusnya digunakan berhubungan dengan phenytoin, carbamazepine, dan antikoagulan oral dan pada pasien dengan gangguan ginjal. 4
III.2.6  Vancomycin
            Vancomycin (vancocin) dihubungkan dengan antibiotik toksik yang digunakan awal untuk perawatan pada methicillin-resisten terhadap staphylococci, walaupun resistensi pada vancomycin oleh organisme yang resisten terhadap methycillin dilaporkan terjadi di beberapa rumah sakit. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis peptidoglikan. Vancomycin dapat mempenetrasi berbagai jaringan dan rongga cairan tetapi tidak dapat memasuki cairan vitreous dan CSF dalam jumlah yang adekuat untuk keperluan terapeutik. 4
Gambar 8. Struktur vancomycin
Vancomycin diadministrasikan secara intravena tetapi memerlukan metode infus yang sangat lambat. Jika tidak, pasien dapat mengalami gejala-gejala yang tidak menyenangkan termasuk pruritus, dyspnea, spasme otot, dan nyeri dada. Tekanan darah juga dapat menurun. 4
            Efek-efek toksik lain akibat vancomycin termasuk nefrotoksisitas, khususnya jika obat digunakan bersamaan dengan obat-obatan lain yang berpotensi nefrotoksik. Dosis vancomycin pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal adalah  2 gram per hari, yang diberikan dalam bentuk 1 gram / infus atau 500 mg / infus setiap enam jam. Dosis pada pasien dengan gangguan ginjal bervariasi dan berhubungan dengan nilai clearance-creatinin. 4

III.2.7  Chloramphenicol
            Golongan ini mencakup senyawa induk kloramfenikol maupun derivat-derivatnya yakni kloramfenikol palmitat, natrium suksinat dan tiamfenikol. Antibiotika ini aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Karena toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama anemia aplastik, maka kloramfenikol hanya dipakai untuk infeksi S. typhi dan H. influenza. 12
Gambar 9. Struktur inti chloramphenicol.
Chloramphenicol (chloromycetin) pada masa sekarang ini jarang digunakan sebagai antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein bakteri, melalui proses pengikatan 50S sub unit ribosomal, sebagai salah satu agen bakteriostatik. Karena spektrumnya yang luas sehingga obat ini berpotensi dalam perawatan untuk H.influenza dan bakteri anaerobik yang resisten terhadap ampicillin. Obat ini dapat melakukan penetrasi hingga sistem syaraf pusat dengan baik sehingga menjadi agen yang baik untuk menangani kasus abses otak dan meningitis. Meski demikian, terdapat efek yang jarang terjadi akibat obat ini yaitu anemia aplastik, yang menyebabkan pembatasan penggunaannya. Dosis kloramfenikol yang biasa diberikan untuk anak-anak dan orang dewasa adalah 50 mg/kg setiap harinya sebanyak 4 dosis. Tingkat serum dan jumlah sel darah secara lengkap harus tetap diawasi. 4

III.2.8  Makrolida
            Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antibakteri, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Aktif secara in vitro terhadap bakteri gram-positif, gram-negatif, mikoplasma, klamidia, riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai alternatif penisilin, eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk infeksi pneumonia atipik (disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae) dan penyakit Legionnaires (disebabkan Legionella pneumophilla) termasuk dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin, josamisin, rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin. 12
Gambar 10. Struktur erythromycin
Erytrhomycin merupakan salah satu makrolida terbaik yang perlu diketahui. Antibakteri gram positif yang serupa dengan penicillin , akan tetapi erythromycin tidak seefektif penicillin terhadap bakteri anaerob. Gugus ester pada erythromycin membantu mengatasi bioavailabilitas obat yang buruk dan kecenderungannya untuk menyebabkan masalah gastrointestinal. Untuk infeksi oral dan maksilofasial yang parah, agen-agen lain yang serupa dengan erythromycin lebih baik digunakan, terutama jika pasien alergi terhadap penicillin.4
            Clindamycin (cleocin) merupakan salah satu antibiotik linkoamida yang muncul kembali sebagai obat yang umum digunakan untuk infeksi odontogenik yang parah, termasuk osteomyelitis. Kekurangan dalam hal pseudomembraneous colitis menyebabkan  terbatasnya penggunaan obat ini selama bertahun-tahun., tetapi pengujian yang lebih ilmiah terhadap antibiotik yang berhubungan dengan colitis tidak menemukan adanya bahaya khusus akibat clindamycin jika dibandingkan dengan antibiotik jenis lainnya pada individu dengan kemampuan imun rendah (immunokompeten). 4
            Clindamycin diserap dengan baik secara oral dan juga tersedia dalam bentuk parenteral. Obat ini dapat dimasukkan ke dalam jaringan keras maupun lunak karena ukuran molekulnya yang relatif kecil meskipun tetap tidak dapat menembus selaput otak yang terinflamasi. Spektrumnya termasuk bakteri aerob gram positif dan fakultatif dan bakteri anaerobik. Dosis untuk orang dewasa yang umum diberikan yaitu 150 sampai 450 mg setiap 6 jam  per oral atau 300 sampai 900 mg setiap 8 jam parenteral. Dosis untuk anak-anak adalah 10 hingga 20 mg / kg per hari dalam tiga sampai empat dosis terpisah. 4

III.2.9  Nitromydazole
            Metronidazole tergolong antibiotik kelas nitromidazol. Agen-agen ini merangsang produksi metabolis toksik yang dapat membunuh bakteri yang dicurigai. Metronidazole hanya efektif pada bakteri anaerobik termasuk yang terdapat dalam  kavitas rongga mulut. Obat ini dapat digunakan bersamaan dengan obat spektrum aerobik pada perawatan infeksi campuran aerobik dan anaerobik atau pada perawatan empirikal pada kasus infeksi odontogenik. Metronidazole diberikan per oral (500 mg setiap 8 jam). Sebagian besar efeknya berlawanan reaksi dengan tipe disulfiram yang disebabkan oleh pemilihan asetaldehid dengan konsumsi etanol oleh pasien yang menggunakan metronidazole. Juga dapat meningkatkan kerja anti koagulan. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang sedang hamil. 4
Gambar 11.  Struktur kimia metronidazole, tinidazole, dan nimorazole
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:metronidazole-core.png)

III.2.10  Quinolon
            Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai populer dengan spektrum antibakteri yang luas terutama untuk bakteri gram negatif dan gram positif, enterobakteriaceae dan pseudomonas. Terutama dipakai untuk infeksi-infeksi nosokomial. Termasuk di sini adalah asam nalidiksat, norfloksasin, ofloksasin, pefloksasin dan lain-lain. 12
            Quinolon umumnya efektif untuk bakteri aerob gram positif dan gram negatif, termasuk P. aeruginosa tetapi tidak bermanfaat untuk anaerob tertentu. Agen-agen ini bercampur dengan enzim bacterial selama transkripsi DNA. Quinolon digunakan pada saat bakteri yang dicurigai seperti Streptococcus pneumoniae yang diketahui sebagai penyebab infeksi, tetapi seharusnya obat ini tidak dipertimbangkan sebagai obat tunggal untuk perawatan empirikal ketika terdapat bakteri anaerob. Ciprofloxacin (Cipro) merupakan obat golongan quinolon yang paling umum digunakan pada infeksi oral dan maksilofasial. Absorpsi oral berkisar 50% sampai 90%. Efek sampingnya termasuk gangguan gastrointestinal, fotosensitivitas, xerostomia, dan gejala-gejala sistem syaraf pusat seperti insomnia, sakit kepala, dan pusing. Dosis dewasa yang umum  adalah 500-750 mg per oral setiap 12 jam. 4
Gambar 12.  Struktur inti Quinolon
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:quinolon-core.png)
Moxifloxacin (Avelox), yang merupakan quinolon generasi ketiga, dapat memberikan perlindungan yang baik melawan streptococci dan mikroorganisme anaerobik lainnya, dan memiliki efektivitas terhadap sinusitis. Obat ini diserap dengan baik secara oral dan tidak terpengaruh oleh asupan makanan. Level jaringan pada umumnya meningkat; kandungan obat dapat ditemukan dalam saliva dan sekret nasal. Efek samping jarang terjadi, dan biasanya ditandai dengan gangguan gastrointestinal. Dosis yang umum digunakan yaitu satu tablet 400 mg per hari. 4

III.2.11  Antibiotika Lokal
            Selama bertahun-tahun penggunaan antibiotika, beberapa jenis bakteri telah mengalami resistensi terhadap beberapa tipe antibiotika (termasuk golongan penicillin). Untuk mengatasi masalah tersebut, telah dikembangkan metode baru pengaplikasian antibiotika hanya pada jaringan yang terinfeksi, dengan mekanisme menghindari aktifitas bakteri yang diinginkan, tanpa membunuh bakteri tersebut. Menekan beberapa spesies bakteri dengan antibiotika dapat menyebabkan jenis bakteri lainnya berkembang dengan cepat, mengganggu keseimbangan flora normal dalam  rongga mulut, perut, dan saluran pencernaan. Hal ini juga dapat menyebabkan bakteri sasaran bermutasi menjadi bentuk yang resisten terhadap antibiotika. 16
            Contoh dari teknologi baru ini yaitu penggunaan doxicycline dosis rendah (20 mg) untuk mencegah bakteri agar tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim penghancur jaringan yang dapat menghancurkan jaringan periodontal (gingival dan tulang). Pada dosis ini, bakteri tidak dihancurkan atau pun dihambat reproduksinya, tetapi aktifitasnya yang berbahaya dihindari. Karena keseimbangan flora normal tidak diganggu, diyakini bahwa obat ini lebih mana diaplikasikan dalam bentuk pil tanpa resiko terjadi perkembangan resistensi strain bakteri. 16
            metode lain yang sering digunakan untuk mencegah aktifitas penghancuran jaringan di sekitar gigi oleh bakteri yaitu dengan cara menempatkan antibiotik dalam poket gingival sekitar gigi dalam jangka waktu tertentu. Hal ini umum dilakukan sebagai prosedur tambahan dalam perawatan periodontal, seperti scaling dan root planing. 16
            penggunaan antibiotika lokal mungkin tidak dapat membantu individu dengan periodontitis agresif, dan telah terbukti bahwa metode ini paling efektif pada orang dewasa dengan periodontitis localized yang kronis. 16
            Pemakaian agen antimikrobial lokal memungkinkan penggunaan konsentrasi obat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan obat secara sistemik. Agar antibiotika lokal efektif dan bermanfaat secara klinis, maka harus diaplikasikan hingga        mencapai dasar poket, dalam konsentrasi tertentu dan konsentrasi ini dipastikan dapat bertahan cukup lama untuk menekan mikroorganisme target. Karena aliran gingival crevicular fluid (GCF) yang cepat, maka antibiotika ditempatkan subgingival dan harus memiliki kemampuan membunuh bakteri dalam waktu singkat setelah aplikasi, atau dapat bertahan dan dilepaskan secara perlahan dalam poket periodontal dengan mekanisme pengontrolan yang tepat. Bentuk sediaan antibiotika yang digunakan untuk periodontal antara lain pasta, salep, gel, fiber, strip, cakram, dan chip. Tetracycline, minocycline, doxixycline, dan metronidazole telah digunakan dalam metode ini. sebagian besar sistem aplikasi antibotika lokal telah dievaluasi sebagai perawatan tambahan untuk scaling dan root planing, meski demikian hal ini  masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Antibiotika yang diaplikasikan secara lokal memiliki efek yang kecil terhadap A. actnomycetemcomitans dan patogen periodontal lainnya yang menginvasi jaringan konektif gingival. 17

III. 3.   Pemilihan Antibiotika
          Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antibiotika sebagai solusi untuk menangani infeksi, antara lain :
r  Identifikasi organisme penyebab infeksi
Untuk mengidentifikasi patogen dapat dilakukan di laboratorium, di mana organisme dapat diisolasi dari pus, darah, atau jaringan, dan dapat pula secara empirik berdasarkan pengetahuan tentang patogenesis dan kenampakan klinis dari suatu infeksi yang spesifik. 4
            Beberapa faktor bergantung pada jenis bakteri yang menginfeksi (aerob atau pun anaerob) dan identifikasi spesifiknya sangat penting. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob lebih sedikit presentasenya yaitu kurang lebih 5%. Adapun infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob kurang lebih 25%, dan 70% dari infeksi odontogenik yang terjadi disebabkan oleh gabungan bakteri aerob dan anaerob. 4
            Bakteri aerob pada infeksi odontogenik umumnya merupakan kokus gram positif, yang sebagian besar merupakan jenis streptococcus. Jenis bakteri tersebut rentan terhadap penicillin dan antibiotik lainnya yang memiliki spektrum yang sama. 4
            Terdapat dua kelompok besar bakteri anaerob yaitu bakteri anaerob gram positif kokus dan bakteri anaerob gram negatif basil. Bakteri anaerob gram positif kokus ditemukan pada hampir sepertiga kejadian infeksi odontogenik. Kerentanannya terhadap antibiotik sama dengan bakteri streptokokus aerob; oleh karena itu, bakteri jenis ini sensitif terhadap penicillin dan antibiotik lainnya dengan spektrum seperti penicillin. 4
r  Penentuan sensitivitas antibiotik
Sebagian besar infeksi odontogenik disebabkan oleh mikroorganisme seperti streptococci yang tidak memiliki banyak variasi pada pola sensitivitas terhadap antibiotik. Streptococcus viridans yang telah terekspos antibiotik b-lactam dapat menjadi resisten dalam waktu singkat (2 hingga 4 hari). Resistensi Streptococcus viridans dapat menyebabkan infeksi serius pada beberapa pasien. 4
Beberapa perbedaan kerentanan terhadap antibiotik merupakan hal yang penting. Penicillin tepat digunakan untuk menangani infeksi Streptococcus dan cukup baik untuk menangani infeksi odontogenik yang diakibatkan oleh sebagian besar bakteri anaerob. Erythromycin efektif melawan Streptococcus, Peptostreptococcus, dan Prevotella tetapi tidak efektif melawan Fusobacterium. Clindamycin baik untuk Streptococcus dan untuk lima kelompok besar bakteri anaerob. Cephalexyn hanya bersifat moderat terhadap Streptococcus (kurang lebih 10% turunannya resisten, 70% sensitif menengah, dan 20% sensitif) dan cukup baik untuk melawan lima kelompok bakteri anaerob. Metronidazole tidak memiliki efektivitas melawan Streptococcus tetapi sangat efektif untuk menangani lima kelompok bakteri anaerob tersebut. 4
r  Penggunaan antibiotik spesifik, berspektrum sempit
Saat mempertimbangkan penggunaan antibiotik, terdapat berbagai pilihan obat. Pemilihannya harus berdasarkan beberapa faktor. Yang pertama, antibiotik dengan spektrum tersempit harus dipilih. Sebagai contoh, Streptococcus sensitif terhadap penicillin, cephalosporin, dan tetracycline, maka penicillin yang dipilih karena memiliki spektrum paling sempit. 4
Penggunaan antibiotik spektrum sempit dapat meminimalkan resiko superinfeksi. Ketika sejumlah besar flora normal pada host tereliminasi, terjadi pertumbuhan organisme resisten yang tidak terkendali, dan hal ini dapat menyebabkan infeksi klinis pada beberapa pasien, bervariasi dari moniliasis hingga pneumonia gram negatif. Penggunaan antibiotik spektrum sempit memungkinkan proporsi besar flora normal host dapat dijaga, yang akan meminimalkan superinfeksi. 4
r  Penggunaan antibiotik dengan toksik minimal
Salah satu prinsip dalam pemilihan antibiotika yaitu pemilihan obat-obatan yang memiliki toksik paling rendah di antara semua jenis obat yang efektif.  Antibiotika digunakan untuk membunuh sel bakteri hidup, tetapi beberapa antibiotika juga mampu mematikan atau merusak sel-sel manusia, yang menyebabkannya bersifat sangat toksik. Sebagai contoh, bakteri yang menyebabkan infeski odontogenik biasanya sensitif terhadap penisilin dan kloramfenikol. Faktanya, kloramfenikol lebih efektif 2% hingga 3%  dalam menangani infeksi ini. Meski demikian, kloramfenikol merupakan obat yang toksik dengan potensi dapat menyebabkan penurunan jumlah sumsum tulang yang parah. Walaupun kemungkinan keberhasilan perawatan dengan kloramfenikol lebih besar, penisilin dipilih karena toksisitasnya yang lebih rendah. 4
r  Riwayat obat-obatan pasien
Pengetahuan tentang riwayat reaksi pasien terhadap obat-obatan merupakan hal yang penting. Dua hal yang harus diperhatikan yaitu riwayat reaksi alergi dan reaksi toksik. 4
r  Penggunaan obat-obatan bakterisida lebih baik daripada bakteriostatik
Antibiotika digunakan untuk membantu mengatasi infeksi dan penyembuhan dari proses infeksi merupakan hasil dari mekanisme pertahanan host. Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri, biasnya dengan cara menghalangi sintesis protein. Karena pertumbuhan menjadi lambat, pertahanan tubuh host dapat menghancurkan populasi yang statis dan menyembuhkan infeksi tersebut. Jika sistem pertahanan host tidak dapat bekerja dengan baik, maka penggunaan antibiotika bakterisida menjadi hal yang penting. Dua mekanisme utama dari antibiotik bakterisida yaitu menginterferensi sintesis dinding sel dan sintesis asam nukleat. 4
r  Penggunaan antibiotika yang telah diketahui efektivitasnya
Evaluasi terbaik bagi efisiensi suatu obat pada situasi tertentu adalah observasi kritis terhadap efektivitas klinisnya selama periode perpanjangan. Observasi ini membantu dalam penentuan frekuensi keberhasilan dan kegagalan perawatan, frekuensi efek merugikan, dan frekuensi terjadinya efek samping. 4
r  Segi ekonomis antibiotika
Sulit untuk memasukkan pertimbangan mengenai harga sebagai salah satu faktor penentu. Pada beberapa situasi, sering kali antibiotika yang harganya lebih mahal merupakan pilihan obat yang tepat. Sebagai pertimbangan tambahan, harga dari metode administrasi antibiotika juga harus dipertimbangkan. Sebagai contoh, sebagaian besar antibiotika parenteral yang diberikan di rumah sakit diaplikasikan secara intravena. Antibiotika tersebut dikemas per set dan harus diberikan setiap empat jam sekali. Maka harganya akan semakin mahal jika dijumlahkan dengan harga dari antibiotika itu sendiri. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika dengan waktu paruh yang panjang dan harga yang mahal dapat menjadi lebih murah jika dibandingkan saat semua biaya dikalkulasikan. 4



III.4  Administrasi Antibiotika
            Jika pasien telah didiagnosa mengalami infeksi dan jenis antibiotika sebagai terapinya telah ditentukan, maka antibiotika tersebut harus diadministrasikan dengan tepat. Administrasi antibiotika mencakup penentuan dosis, rute administrasi, dan kombinasi terapi. 4
Tabel 4. Farmakologi antibiotika yang umum digunakan     
Obat
Rute penggunaan
Dosis dewasa
Gambaran khusus
(hr)
Level serum (µg) dan dosis
Efek samping utama
Penicillin G
IM/IV
600.000-1.200.000 U q 4h
-
0,5
       7,0
Alergi
Penicillin V
PO
500 mg q l d
-
3,0
2,0
(250 mg PO)
Alergi
Oxacillin
IM/IV
500-1000 mg q4-6 h
Resistensi penicillin
0,5
11,0
(500 mg PO)
Alergi
Dicloxacillin
PO
250-500 mg q6h
Resistensi penicillin
0,5
14,0
(500 mg PO)
Alergi
Ampicillin
PO,IM
250-500 mg q6h
Penggunaan yang berlawanan proteus (indole negatif)
0,7
2,4
(250 mg PO)
Alergi
Amoxicillin
PO
250-500 mg q6-8h
-
1,0
4,7 (250 mg PO)
Alergi
Cefazoline
IM,IV
250-1000 mg q8h
Farmakokinetik baik
1,8
38
(500 mg IM)
Alergi
Cefalexine
PO
500-1000 mg q6h
Sefalosforin oral
0,7
8
(250 mg PO)
Alergi
Cefoxitin
IM/IV
500-2000 mg q6h
Penggunaan untuk anaerob
0,7
24
(1000 mg IM)
Alergi
Cefaclor
PO
250-1000 mg q6h
Sefalosforin oral
0,7
18(500mgPO)
Alergi
Obat
Rute penggunaan
Dosis dewasa
Gambaran khusus
(hr)
Level serum (µg) dan dosis
Efek samping utama
Erythromycin
PO/IV
500 mg q6h
Infeksi positif gram+ ringan
5
1,0
250 mg PO)
GI
Clindamycin
PO.IM/
IV
150-450 mg q6h
Antibiotika anaerob
4
2,5
(150 mg PO)
Diare (20%)
Metronidazol
PO
1000mg ,250-500 mg tid
Antibiotika anaerob
8
11,5 (500 mg PO)
Nausea
Vancomycin
IV (PO)
500 mg q6h
Infeksi gram + yang berat (PO untuk Clostridium difficile)
6
30
(500 mg IV)
Plebitis
Tetracycline
PO,IV
500 mg q6h
-
-
3
(250 mg PO)
GI
Doxycycline
PO,IV
100 mg q12h x2, 50 mg bid
-
18,5
2,4
(100 mg PO)
GI
Chloramphenicol
PO,IV
250-750 mg q6h PO
-
2,5
4
(500 mg PO)
Anemia aplastik
Trimethoprim
PO
400 mg SMX
Spektrum  luas
1,0
TMP 2
Alergi
Sulfamethoxazole

1 tab bid
Bakterisidal
Antibiotik oral

SMX 60
(1 tab)

Ciprofloxacin
PO
250 mg q12h
Spektrum luas
Bakterisidal
3,3
1,5
(250 mg PO)
Infeksi sekunder
Sumber : Oral and maxillofacial infections. 4, R.G, Goldberg M.H, Hupp J.R . 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company;p.114.

Dosis yang tepat. Tujuan dari semua terapi obat-obatan yaitu bagaimana mengaplikasikan obat untuk menghasilkan efek yang diinginkan tanpa menyebabkan cedera bagi host. Prosedur laboratorium sangat membantu seorang dokter dalam menghitung dosis obat yang tepat. Dari laboratorium dapat diperoleh informasi yang tepat mengenai penentuan konsentrasi penghambat minimum (minimum inhibitory concentration = MIC) dari suatu antibiotika untuk bakteri spesifik. Antibiotika yang telah umum digunakan MIC-nya telah ditentukan. Untuk penggunaan terapeutik, konsentrasi tertinggi antibiotika pada titik infeksi seharusnya tiga hingga empat kali MIC.  4
            Interval waktu yang tepat. Setiap antibiotika memiliki waktu paruh plasma tertentu (t1/2), di mana setengah dari dosis obat yang diabsorbsi telah diekskresikan. Interval dosis yang umum untuk penggunaan terapeutik yaitu empat kali dari t1/2. 4
            Rute administrasi yang tepat. Pada kasus tertentu, hanya administrasi parenteral yang dapat menghasilkan level serum yang adekuat bagi antibiotika. Telah terbukti bahwa konsentrasi plasma tertinggi antibiotika lebih cepat diperoleh  melalui administrasi intravena (IV) dibandingkan dengan injeksi intramuscular (IM). Administrasi antibiotika melalui intravena merupakan metode yang optimal untuk mencapai level yang adekuat dalam jaringan selama prosedur pembedahan. 4,  17
            Konsistensi obat dalam rute administrasi. Jika menangani infeksi yang parah, maka administrasi parenteral merupakan metode yang paling tepat digunakan. Hal yang cukup penting agar menjaga level plasma tertinggi antibiotika selama periode tertentu untuk mencapai penetrasi jaringan maksimum dan efek menghancurkan bakteri yang efektif. Bakteri biasanya belum musnah seluruhnya hingga antibiotika diberikan selama 5 hingga 6 hari. Jika infeksi yang terjadi cukup ringan dan tidak membutuhkan terapi parenteral, maka pencapaian level plasma teringgi melalui terapi oral dapat dianggap cukup. 4
            Kombinasi terapi antibiotika. Hasil yang umum dari terapi kombinasi antibiotika yaitu paparan spektrum yang luas yang dapat menekan flora normal host dan meningkatkan kemungkinan timbulnya resistensi bakteri. Meski demikian, terdapat beberapa situasi di mana penggunaan kombinasi antibiotika diindikasikan. Situasi yang utama yaitu ketika spektrum antibiotika perlu ditingkatkan pada pasien dengan sepsis akibat penyebab yang tidak diketahui. Situasi yang kedua yaitu jika diperlukan peningkatan efek bakterisida untuk melawan organisme spesifik. 4
Tabel 5. Antibiotika untuk infeksi oral dan fasial
Antibiotik
Dengan makanan
Dosis dewasa
Dosis untuk anak
Gram+ aerob
Gram+ anaerob
Gram- anaerob
Penicillin
ya
250/500 mg qid
25-50 mg/kg/hr
Dibagi 3 dosis
Ya
Ya
ya/tidak
Amoxicillin
ya
250/600 mg tid
25-5- mg/kg/hr
Dibagi 3 dosis
Ya
Ya
Ya/tidak
Augmentin
ya
875mg bid/ 500 tid
90 mg/kg/hr
Dibagi 2 dosis
Ya
Ya
ya
Cefaclor
ya
250 mg tid
20-40 mg/kg/hr
Dibagi 3 dosis
Ya
Tidak
Ya/tidak
Cefuroxime
ya
250-500 mg bid
20-30 mg/kg/hr
Dibagi 2 dosis
Ya
Ya
ya
Erythromycin stearate
tidak
400 mg qid
20-4- mg/kg/hr
Dibagi 2 dosis
Ya
Tidak
tidak
Azithromycin
ya
500 mg diikuti 250 mg pada hari ke 2-5
10 mg/kg/hr diikuti 5 mg/kg/hr pada hari ke 2-5
Ya
Ya/tidak
Tidak
Clindamycin
ya
150-450 mg  q 6h
10-30 mg/kg/hr
Dibagi 3-4 dosis
Ya
Ya
Ya
Metronidazole
ya
250-500 mg tid
34-50 mg/kg/hr
Tidak
Ya
Ya
Doxycyline
ya
200 mg dibagi 2 dosis pada hari pertama kemudian 100 mg/hr
>  8 th, 4 mg/kg/hr dibagi 2 dosis diberikan per oral pada hari pertama kemudian 2mg/kg/hr
Tidak
Ya
Ya
Antibiotik
Dengan makanan
Dosis dewasa
Dosis untuk anak
Gram+ aerob
Gram+ anaerob
Gram- anaerob
Minocycline
tidak
200 mg diikuti 100 mg q 12 h
> 8th, 4 mg/kg/hr per oral/ IV kemudian 2 mg/kg/hr q 12 h
Tidak
Ya
Ya
Vancomycin
ya
125 mg q 6h
40mg/kg/hr dibagi 4 dosis
Ya
Ya
Ya
Clarythomycin
ya
250-500 mg q 8-12 hr
7,5 mg/kg/ 12 jam
Ya
Ya/tidak
Ya/tidak
Cefalexin
ya
250-500 mg qid
-
Ya
tidak
tidak
Sumber : Infections and antibiotic administration.Thales RT, In: Koerner KR.  Manual of minor oral surgery. . p. 273.